blonto

12 Februari 2008

Rintihan Putri Indonesia

“Tante…Dina berangkat dulu yah”, pamit Dina kepada tantenya. Begitulah Dina, yang memiliki nama lengkap Andina Agustina mengawali aktifitasnya di pagi hari ini. Jam menunjukkan pukul 6 tepat saat Andina meninggalkan rumah tantenya tempat dimana dia menumpang hidup.
Andina Agustina, gadis keturunan tanah rencong, berusia 18 tahun adalah seorang finalis Pemilihan Putri Indonesia 2004.

Gadis cantik jelita yang selalu mengenakan jilbab ini penampilannya tidaklah kalah dengan gadis-gadis lainnya, terbukti dalam kontes itu dia terpilih sebagai juara favorit. Baju-baju muslimah yang dikenakan Andina selalu modis, dengan mengambil ukuran baju yang body fit atau ketat sehingga menonjolkan keindahan lekuk-lekuk tubuh Andinda, dada yang menonjol pinggulnya yang ramping serta pantatnya yang padat menambah nilai tersendiri bagi keindahan tubuh gadis ini.
Wajahnya yang putih bersih selalu dipoles dengan kosmetik sehingga nampak semakin cantik apalagi ditambah dengan senyuman yang selalu tersungging ramah dari bibirnya yang sensual itu, Andina bukan saja seorang gadis yang cantik tetapi juga ramah.
Hari ini Andina memenuhi tawaran Frans, seorang photografer, yang kemarin menghubunginya untuk pemotretan model sebuah baju muslimah karya seseorang perancang busana. Sebetulnya Andina agak malas untuk memenuhi panggilan itu karena dia masih memiliki kegiatan lainnya yang setumpuk. Namun kebetulan jadwal pemotretan yang ditawarkan itu adalah pagi hari maka setelah dipikir-pikir tidak ada salahnya untuk memenuhi panggilan sang photografer itu, thoh juga itung-itung untuk menambah pengalaman dan pergaulan pikirnya.
Singkat cerita, sampailah sang putri ini ditempat pemotretan yaitu sebuah rumah besar yang terletak disebuah kawasan antara Jakarta dan Bogor. Areal disekitar rumah itu agak sepi dan jauh dari keramaian, mungkin sebagai seseorang yang berjiwa seni Frans memerlukan tempat tinggal yang tenang seperti ini pikir Andina.
Setelah memarkirkan mobil sedannya Andina memasuki halaman rumah tersebut, tak lama kemudian keluarlah sosok lelaki bertubuh tinggi besar, kepalanya plontos wajahnya dengan wajah khas orang chinesse.
“Ah ini dia Putri Indonesia yang pertama kali berjilbab, selamat datang….”, sambut lelaki itu.
Dengan senyum ramah dia kemudian memperkenalkan dirinya “Perkenalkan saya Frans alias Aliong, kamu boleh panggil saya Frans atau Aliong…”, ujar lelaki itu dengan tersenyum.
“Saya Andina….”, balas Andina sambil menjulurkan tangannya untuk bersalaman.
“Oouuhh…cantik nian kamu Andina…tanganmupun mulus sekali”, ujar Frans sambil menyambut uluran tangan Andina.
Dan…“CUP….” sebuah kecupan bibir Frans tiba-tiba mendarat dipunggung tangan Andina, membuat Andina agak terkejut karena baru kali ini diperlakukan bak seorang putri dari daratan eropah.
“Mari silahkan masuk” Frans mempersilahkan Andina memasuki rumah sang fotographer itu. Sesampainya didalam Andina tertegun melihat suasanya didalam rumah itu, ruangannya besar-besar namun gelap dan sepi, seperti rumah yang tidak berpenghuni. “Pemotretannya dimana mas…”, Tanya Andina.
“Mari kita kedalam…”, ajak Frans mempersilahkan Andina berjalan melalui lorong-lorong gelap didalam rumah tersebut.
“Gimana tawaran pembayarannya ?”, Tanya Frans sambil berjalan memandu Andina.
“ Masih 500.0000 rupiah pershot kan ?”, balas Andina.
“Iya…iya…kamu akan saya ambil 5 shot aja koq dan masih ada tip-nya, jadi jumlah yang akan kamu terima nanti akan lebih banyak dari jumlah yang kamu perhitungkan”, jawab Frans sambil tersenyum melirik Andina.
Dan tibalah mereka disebuah ruangan dibagian belakang rumah tersebut, ruangan tersebut nampaknya sudah di set-up untuk pemotretan. Ukurannya tidak terlalu luas hanya sebesar 10 x 10 meter dan terdapat sebuah sofa besar untuk sarana pemotretan dan sebuah bilik untuk berganti baju.
“Ini dia studio pemotretannya, silahkan masuk Andina”.
“Terimakasih mas… Tapi pemotretannya jangan lama-lama yah mas soalnya aku mau ada interview dengan majalah Femina”, ujar Andina.
“Beres…semua udah diatur”, balas Frans.
” Nah, Andina ini baju yang musti kamu kenakan untuk pemotretan ini”, ujar Frans sambil menyodorkan sebuah gaun muslimah panjang.
“Bajunya cuman ini aja mas dan saya ngga perlu di make-up lagi mas ?” Tanya Andina.
“Nda perlu…wajah kamu udah cantik koq, nda perlu make-up lagi, baju untuk pemotretan ya cuma itu aja” ujar Frans.
“Sekarang kamu silahkan ganti baju diruangan itu” Frans menunjuk satu bilik kecil didalam ruangan itu.
Beberapa menit kemudian Andina keluar dengan busana panjang muslimah berwarna merah tua dipadukan dengan jilbab merah muda. Bahannya terbuat dari sutera tipis dan ukurannya ketat menjadikan tubuh Andinapun terlihat sexy.
“Waw cantik sekali….”, Frans terpesona dengan kemolekan tubuh Andina.
“Duduk di sofa itu”, perintah Frans sambil menutup pintu kamar pemotretan itu.
“Koq sendirian aja sih mas ?”, Tanya Andina
Frans hanya diam saja, dia nampak sibuk menyetel kameranya
“Ok mulai berpose….”,
Dan kilatan-kilatan blits mulai memancar didalam ruang itu mengiringi pemotretan Frans, Andina pun berganti-ganti gaya diatas sofa itu. Tidak ada setengah jam, pemotretanpun usai.
“Selasai…!” Frans mengacungkan jempolnya.
“Hihihi…engga terasa udah selesai ya mas….”, ucap Andina sambil bangkit dari sofa.
“Tunggu dulu, jangan bergerak dari sofa”, ujar Frans
Wajah Frans tiba-tiba berubah menjadi serius, digantinya kamera yang menggantung di treeport dengan sebuah handycam.
Kemudian Frans bersiul beberapa kali seperti memberi tanda sesuatu.
“Lho…ada apa lagi mas…? Koq masang handycam segala ?” Tanya Andina yang mulai kebingungan.
“Masih ada satu lagi yang ingin gue ambil dari kamu”, kata Frans.
Andinapun terkejut sambil bertanya “Apa mas…?”.
“Sebuah adegan….yang bakal membuat kamu lebih terkenal daripada sekedar putri-putri-an”, balas Frans sambil memasukkan film didalam hadycamnya.
Belum lagi hilang rasa bingung didalam diri Andina tiba-tiba masuklah beberapa orang lelaki kedalam ruangan itu.
“Ah ini dia, jagoan-jagoan kita…” ujar Frans sambil tersenyum.
“Andina, perkenalkan ini lawan main kamu didalam adegan nanti. Yang tinggi besar berambut botak ini namanya Ayung, yang kurus dan berambut gondrong ini namanya Paulus dan yang berbadan tegap dan kekar ini namanya Martinus”.
“Siapa mereka ? mau apa mereka ? mas mau adegan apa lagi ?” Tanya Andina yang mulai gugup melihat suasana yang tidak menguntungkan itu.
“Andina, gue sebenarnya mau bikin Blue Film alian BF alias Bokep dan kamu adalah pemeran utamanya !”, Frans menjelaskan.
Sontak penjelasan Frans ini membuat diri Andina bagai tersambar petir, dia mulai sadar bahwa dirinya telah dijebak oleh Frans.
“Tenang…tenang kamu tetap akan kami bayar Andina, tapi setelah film ini laku…” lanjut Frans.
“Themanya tergantung dari kamu…kalo kamu rela bersedia disyuting kita bisa pilih tema perselingkuhan saja, sepeti antara bos dan karyawannya. Tetapi…kalo kamu menolak syuting ini, yaaah…terpaksa mau tidak mau thema yang aku pilih adalah PEMERKOSAAN…hahahaha….”.
Wajah Andina nampak menjadi pucat pasi, hatinya menjadi ciut, aliran darahnya serasa berhenti mendengar penjelasan Frans tadi.
“Tidak…tidak…aku tidak sudi….!!”, teriak Andina sambil bangkit dari sofa seraya berlari menuju pintu untuk meninggalkan ruangan itu.
Namun belum lagi tangan Andina menyentuh handle pintu tiba-tiba sebuah tangan kekar dan besar milik Martinus dengan cekatan memegang tangan Andina.
“Ahh..lepaskan…lepaskan aku…kalian bajingan setan semua !!!”, Andina menjerit-jerit sambil berontak mencoba melepaskan tangannya dari cengkraman tangan Martinus.
“AHA…jelaslas sudah berarti thema film kita adalah PEMERKOSAAN !”, teriak Frans sambil menghidupkan handycamnya.
“Kita langsung mulai saja pengambilan gambarnya…”.
“Action….mulai !!!!”, perintah Frans sambil menghidupkan kameranya dan mengarahkan ke adegan Martinus yang tengah meringkus Andina.
“Hebat sungguh hebat,…kejadiannya sangat alami…benar-benar ini akan menjadi sebuah filem pemerkosaan yang hebat”, ujar Frans sambil terus membidikkan kamerannya kearah pergumulan antara Martinus dan Andina.
“Lepaskan…lepaskan saya….”, teriak Andina sambil meronta-ronta.
Tubuh Andina diseret ketengah ruangan oleh Martinus serta Paulus yang kemudian datang membantu. Andina tiada henti meronta-ronta dan berteriak menyumpah-nyumpah serapah namun dua orang lelaki kekar itu dengan mudah mematahkan perlawanan Andina.
“Tenang sayangku….kamu akan jadi terkenal”, ujar Paulus sambil menyeret Andina.
Kemudian Martinus dan Paulus meletakkan tubuh Andina ke sofa, Paulus yang mengambil posisi dibelakang sofa memegangi kedua tangan Andina dengan kuat. Sementara Martinus memegangi kedua kaki Andina.
Ayung, sang lelaki botak yang sedari tadi hanya mengamati kejadian diruangan itu dengan senyum-senyum simpul mulai melepaskan pakaiannya hingga telanjang bulat. Bentuk tubuh lelaki berusia 40-an ini jelek sekali sejelek roman mukanya. Ayung adalah seorang sex maniak sejati. Perutnya buncit badannya penuh dengan tatto, dan yang mengerikan dia memiliki sebuah penis yang berukuran besar yang sepertinya sangat terlatih didalam mengaduk-aduk lubang kemaluan wanita.
Perlahan-lahan dihampirinya tubuh Andina yang meronta-ronta ketakutan, Andina sangat menyadari akan apa-apa yang bakal terjadi terhadap dirinya.
“J…ja..ngan paakk…jjangann..perkosaa saya…”,pinta Andina dengan suara yang tergetar.
Apalah arti dari permintaan itu, dihadapan para lelaki yang telah kerasukan setan itu Andina ibaratnya hanyalah seonggok daging mentah yang siap dimangsa oleh anjing-anjing budukan yang kelaparan.
Dengan santai tangan Ayung menjamah tubuh Andina, diremasnya kedua buah payudara Andina. seketika tubuh Andina menggeliat sebagai tanda penolakan atas perlakuan lelaki kurang ajar ini.
Tangan-tangan Ayung mulai melucuti pakaian Andina, gaun panjang yang dikenakan Andina sangatlah mudah untuk dilepas bagai menguliti buah pisang saja. Sekali tarik saja gaun yang melilit ditubuh Andina itu terlucuti.
“Waaahh…indah sekali tubuhmu sayang…”, bisik Ayung sambil menyeringai.
Diberinya kesempatan kepada Frans untuk membidikkan kamera hendycam-nya keseluruh tubuh Andina yang hanya dibalut bh dan celana dalam warna putih serta jilbab yang masih menutupi rambutnya.
Airmata mulai meleleh membasahi wajah ayu Andina keringat dingin mengucur deras membasahi tubuhnya yang indah itu. Ketegangan dan kengerian luar biasa menyelimuti sang juara favorit Putri Indonesia ini. Matanya terpejam erat tubuhnya bergetar disaat kembali tangan-tangan Ayung menyentuh tubuhnya.
Tangan trampil Ayung kemudian beraksi kembali dengan melepaskan bh yang dikenakan Andina. Sesaat kemudian apa yang ada didada Aninda menjadi pusat perhatian dari para lelaki itu, mereka pun berdesah kagum atas keindahan dua gundukan buah dada Aninda itu. Ukurannya tidak besar tetapi proporsional dengan tubuh Aninda dan kencang. Dengan tangan-tangan kasarnya diraihnya kedua gundukan payudara itu oleh Ayung. Diusap-usap dan diremas-remas….dengan sesekali dipilin-pilinnya kedua puting yang berwarna merah muda itu.
Karuan saja ini membuat tubuh Andina menggeliat-geliat, mulutnya sesekali menganga mengeluarkan desahan-desahan.
Puas mempermainkan payudara Andina kedua tangan Ayung merayap turun kearah pinggung dan akhirnya dengan sekali tarikan dia melorotkan celana dalam putih Andina.
Suasana diruangan itupun semakin erotis, empat pasang mata kembali terbelalak tertuju ke sebuah gundukan indah di selangkangan sang putri. Sebuah kemaluan wanita yang benar-benar terawat, bersih dengan susunan rambut kemaluan yang berjajar rapih mengelilingi liang kemaluannya.
Andina terisak-isak menangis tubuhnya seolah pasrah menerima keadaan namun matanya masih terpejam erat.
“Oh sang putri cantik….,beberapa hari yang lalu aku lihat engkau berdiri tegar disebuah panggung pemilihan Putri Indonesia. Aku masih ingat kau mengucapkan bahwa kau adalah satu-satunya Putri Indonesia yang berjilbab. Aku sangat mengagumimu, tak kusangka kini kau berada didepanku….aku siap mewujudkan impianku untuk menikmati tubuhmu”, ujar Ayung sambil mengusap-usap kemaluan Andina.
“Ja..jangann…pakkk…ammpunnn…jangann…”, pinta Andina sambil menagis.
Tiba-tiba tubuh Andina mengejang…mulutnya menganga seperti mengucap huruf A, rupanya jari tengah Ayung bagai cacing tanah menyeruak masuk kedalam bibir vagina Andina.
“Aaaahhhh…..”, Andina menjerit ketika jari tengah Ayung itu mulai menusuk-nusuk kemaluannya, tubuhnya menggeliat-geliat bagai cacing kepanasan sementara keringatnya terus mengucur deras membasahi tubuhnya yang masih memancarkan harum wewangian bunga melati itu.
CEP…CEP…CEP…begitulah suara yang keluar dari selangkangan Andina akibat dari cairan kewanitaan Andina yang dengan derasnya mengucur keluar akibat dikobel-kobel oleh jari tengan Ayung. Mata Andina terpejam begitu pula dengan mulutnya yang tertutup rapat berusaha menahan rintihan-rintihan yang akan keluar dari mulutnya.
Berdasarkan pengalaman Ayung, inilah cara yang sering dipakai Ayung untuk menguras tenaga dari sang gadis pada saat memperkosa gadis itu. Dan setelah tenaga gadis tersebut habis terkuras maka dia dapat dengan mudahnya menyetubuhi gadis tersebut tanpa perlawanan yang berarti lagi.
Beberapa saat lamanya jari tengah Ayung mengocok-ngocok liang vagina Andina sampai akhirnya badan Andina terlihat melemah, wajahnya memerah menahan rasa ngilu dikemaluannya.
Setelah mencabut jari tengah Ayung dari liang vagina Andina, Ayung merapatkan wajahnya ketubuh Andina tepatnya dibagian selangkangan Andina. Kini lidahnya yang mulai bermain, masih dengan obyek sasaran selangkangan Andina. Lidah Ayung mulai menyapu-nyapu gundukan kemaluan Andina, dijilat-jilatinya bagian tubuh yang amat pribadi bagi Andina itu.
“Aaakkhhh….” mulut Andina menganga badannya menegang keras ketika lidah Ayung masuk dan menjilati liang vaginanya. “Ssshhh…eeehhh…aaahhh….hhhmmmhh….”, Andina merintih-rintih tubuhnya menggeliat-geliat semakin keras akibat lidah Ayung yang terus menjilat-jilat liang kemaluannya dengan rakus.
Puas menikmati kemaluan Andina kini Ayung dengan lidah yang masih terjulur menyapu tubuh Andina hingga sampai dibagian dada. Kembali lidah Ayung bergerilya didua bukit indah Andina itu, kali ini dibantu dengan kedua tangannya yang ikut meremas-remas keduaaa payudara itu. Dijilat-jilat, dihisap-hisap, digigit-gigit kedua payudara indah yang malang itu oleh mulut Ayung yang rakus itu hingga memerah warnanya.
Setelah itu serangan berganti sasaran lagi, kini wajah Ayung telah sejajar dengan wajah Andina yang membuang muka dari tatapan wajah Ayung.
Diraihnya kepala Andina yang masih mengenakan jilbab itu dan dipalingkannya wajah Andina hingga berhadapan dengan wajahnya.
“Hhhhhmmmm…hhmmmppp”, Andina gelagapan ketika bibir Ayung mendarat dibibir Andina. Dengan rakusnya dikulumnya bibir Andina yang merah mereka itu.
Lama Ayung menikmati bibir Andina, dikecup-kecup bibir gadis cantik itu, dikulum-kulum dengan sesekali memainkan lidahnya didalam rongga mulut Andina.
Andina nampak semakin gelagapan karena kehabisan nafas, betapa tidak ada sekitas 30 menit lamanya Ayung mencumbu bibir Andina.
Terkuras sudah tenaga Andina oleh perlakuan yang diterimanya, apalagi Ayung seolah tak mau memberi ruang nafas kepada Andina. Andina menghela nafas panjang ketika Ayung memberi kecupan terakhir dibibirnya, setelah itu Ayung berdiri.
Nafas Andina mendesah-desah tak karuan antara nafas kelelahan dan nafas kengerian bercampur baur menjadi satu, keringat ditubuhnya deras mengucur membasahi tubuh indahnya yang masih harum mewangi itu.
Tubuh telanjang Andina itu tergeletak lunglai diatas sofa, dadanya kembang kempis meraup udara mengisi oksigen ditubuhnya yang habis terkuras sementara matanya masih terpejam erat.
Ayung kembali menganbil posisi dan merapat ketubuh Andina. Direntangkannya kedua kaki Andina selebar bahu dan setelah itu tiba-tiba…..”Aaaaakkkhhhhhhh……..”, Andina melengking histeris, matanya yang terpejam seketika menjadi terbelalak ketika dirasakan olehnya sebuah benda keras berotot menusuk lobang vaginanya. Ya, batang penis Ayung yang sedari tadi tegak gagah mengacung mulai melakukan penetrasi. Batang penis itu mulai menunjukkan kegarangannya di kemaluan Andina, dengan perlahan-lahan mulai menyusup masuk keliang vagina Andina.
“Ooooogghhhh…..sss…ssakkitt…..aaaaakkhhh…” ,Andina menggeliat-geliat menahan rasa sakit diselangkangannya. Sebuah mahkota kehormatan yang selama ini dijaga dan dirawat secara baik dan akan dipersembahkan kepada seseorang pria pilihannya kelak pada malam pertama setelah menikah ternyata pada saat ini tengah dikoyak oleh seseorang yang sama sekali bukan idaman atau tambatan hatinya bahkan tidak dikenalnya.
Mata Andina merem melek mengeiringi geliatan tubuhnya yang semakin keras, tapi Paulus yang sedari tadi memegangi tangan Andina masih cukup kuat untuk mengatasinya.
Ayung yang menindih tubuh Andina terus berusaha melesakkan batang kemaluannya didalam liang vagina Andina untuk merobek selaput keperawanannya. Tangan kiri Ayung memegangi batang kemaluannya untuk membantu menekan penisnya kedalam liang itu dan tangan kanannya menekan pinggul Andina agar dibagian itu tidak terlalu banyak bergerak.
Dan akhirnya mengucurlah darah segar dari liang kemaluan Andina, pertanda bahwa Ayung berhasil membobol keperawanan Andina. “Aaaaaaahhhh…..”, Andina mengerang keras airmatanya kembali mengucur deras dari sudut-sudut matanya, matanya terbelalak menengadah kearah langit-langit kamar yang menjadi saksi akan hilangnya sebuah keperawanan dari sang putri cantik itu.
Sejenak Ayung membiarkan batang kemaluannya terbenam keseluruhannya didalam liang vagina Andina, dinikmatinya kehangatan dinding-dinging liang vagina Andina yang berdenyut-denyut itu. “Ohh..nikmat sekali kau….”, desah Ayung sambil mengatur posisinya diatas tubuh Andina kedua tangan Ayung memegangi pinggang Andina yang ramping itu.
Mulailah kemudian Ayung menggenjot tubuh Andina, dipompanya batang kemaluannya keluar masuk didalam liang vagina Andina secara perlahan-lahan penuh dengan perasaan.
Sambil menyetubuhi Andina dinikmatinya wajah Andina yang meringis-ringin serta tubuhnya yang bergetar, sejenak kemudian gelora nafsu Ayungpun semakin memuncak wajah Andina yang sedemikian rupa memancing birahi Ayung untuk lebih agresif. Ayung mulai mempercepat irama persetubuhannya atas Andina “Aaakkhh….oohhh…ooouuhh…ooohhh…ooouugghhh. ..”, Andina merintih-rintih seiring dengan gerakan tubuh Ayung yang memompa kemaluannya keluar masuk diliang vaginanya. Gerakannya semakin lama semakin cepat sampai-sampai tubuh Andina terbanting-banting, Ayung pun mulai merintih-rintih mengiringi rintihan dan desahan yang keluar dari mulut Andina, rintihan mereka berdua bersaut-sautan menggema didalam ruang itu dan tentu saja kamera Frans tidak melewatkan adegan ini.
Beberapa menit kemudian Ayung nampaknya akan berejakulasi, tubuhnya menegang keras serta kepalanya menegadah keatas dan “CCRROTT….CCCRRROTT…CCRROOOTT…”, cairan putih kental kemudian muntah dari batang penis Ayung mengisi liang vagina Andina hingga meluber keluar.
“Aaaahhhhhh….”, Ayung melolong , tubuhnya mengejan menikmati puncak kenikmatan yang tiada tara itu. Entah Andina gadis yang keberapa yang telah berhasil dikoyak keperawanannya.
Setelah menyemburkan tetes terakhir didalam liang vagina Andina, tubuh Ayung melemas tinggal nafasnya saja yang berderu-deru berpacu dengan nafas Andina yang terdengar bercampur dengan isak tangisnya.
Ayungpun bangkit dari tubuh Andina, dicabutnya batang penis dari lobang vagina Andina. Puas sudah Ayung melampiaskan nafsu syahwatnya di tubuh Andina.
Entah apa yang terjadi kemudian, tidak ada dalam hitungan menit Martinus tiba-tiba telah berdiri dihadapan tubuh Andina yang lunglai tergeletak disofa tanpa sehelai pakaianpun yang melekat ditubuhnya kecuai jilbabnya yang masih melilit dikepalanya. Rupanya dia sudah mengantri sedari tadi, tubuhnya hitam legam berotot begitupun dengan batang kemaluannya yang sudah mengacung dengan gagahnya.
Tanpa memberi kesempatan buat Andina untuk beristirahat Martinus langsung menindih tubuh Andina.
Dikulumnya bibir Andina dengan ganas, sementara itu kedua tangannya mulai sibuk meremas-remas kedua payudara gadis yang malang itu.
“Hhhmmm…cup…mmmpphh…mmmmhh…cup..cup..mmmph h..”, suara desahan Andina terdengar bercampur dengan bunyi kecupan-kecupan yang berdecak-decak.
“Ooookkhhh…..”, suara Andina melengking tubuhnya yang kembali tersentak akibat liang kemaluannya mulai dijejali kembali dengan batang kemaluan yang kali ini milik Martinus. Dalam sekejap tubuh Andina mulai digenjot, hentakan demi hentakan dari gerakan persetubuhan mengiringi desahan-desahan lembut yang keluar dari mulut Andina “Ooohhh…ooohh…eegghh…hhooohhh…oouuhhh…”.
Keringat mebanjiri kedua tubuh yang berlainan perasaan itu, dimana yang satu dengan penuh gairah yang membara terus melampiaskan birahinya kepada lawannya sementara yang satu lagi dengan perasaan putus asa dan tubuh lemah, pasrah menerima penetrasi dari sang lawan.
Beberapa menit kemudian kembali liang vagina Andina dibanjiri oleh cairan-cairan sperma yang meluap hingga membasahi kedua pahanya. Martinus meregang menggelinjang merasakan butir-butir kenikmatan menjalar disekujur tubuhnya, tubuhnya kemudian melemah lunglai.
Tibalah kini giliran si rambut gondrong, Paulus. Lagi-lagi rintihan-rintihan Andina mulai menggema diruangan itu, tubuhnya kembali diperkosa disetubuhi oleh lelaki yang berumur 40-an ini. Setengah jam sudah Paulus menyetubuhi Andina hingga akhirnya kembali cairan-cairan kental itu mengisi rongga kemaluan Andina.
Andina lemas tubuhnya dibasahi oleh keringatnya bercampur dengan keringat-keringat para lelaki yang memperkosanya tadi sementara selangkangannya penuh dengan cairan-cairan kental hingga kepahanya.
Frans sang kameramen rupanya tak mau ketinggalan, dia nampak ingin melakukan adegan penutup dari filem ini. Setelah menyerahkan kamerenya kepada Martinus kemudian dia melepaskan baju yang dikenakannya hingga telanjang bulat. Tubuh lelaki yang berkulit kuning langsat itu nampak dipenuhi dengan hiasan tatto, sebuah kalung salib emas terlihat melintang dilehernya.
Wajahnya menyeringai melihat tubuh Andina yang tergeletak lemah diatas sofa.
“Sekarang giliranku….”, ujarnya.
Andina hanya bisa menatap Frans dengan tatapan mata yang sendu. Lelaki yang juga aktifis partai politik yang lambang partainya berwarna dasar ungu ini nampak dengan gagahnya berdiri dihadapan tubuh Andina.
Dengan sebuah lap yang telah dibasahi, Paulus membersihkan selangkangan Andina yang tadinya penuh dengan cairan-cairan yang mengental dan kering.
“Ok kamera siap bos”, ujar Martinus sambil mengambil posisi serta mengaktifkan kameranya.
“Silahkan tancap bos….”, ujar Paulus setelah membersihkan tubuh Andina.
Frans mulai action.
Diraihnya tubuh Andina yang lemah tergeletak di sofa.
“Ayo sayang kita main lagi…. Ini akan menjadi filem yang hebat”, bisik Frans sambil membopong memindahkan tubuh Andina kelantai.
Diterlungkupkan tubuh Andina, setelah itu diangkatnya pinggang gadis itu hingga posisinya seperti orang yang sedang bersujud.
Frans mengambil posisi dibelakang tubuh Andina.
Nafas Andina terdengar tersengal-sengal tubuhnya bergetar disaat tangan Frans mengelus-elus punggung Andina yang halus dan lembut itu.
“Kulitmu halus sekali dan putih bersih, kau cantik Andina…., pasti kau tak mau kalau kupersunting menjadi istriku. Makanya kita lakukan saja ini seperti suami istri ya…”, rayu Frans.
Kedua tangan Frans kemudian memegang pinggang Andina.
“Aaaaaakkkkhhh……..ooouuuuuhhhh…..”, sekonyong-konyong Andina melolong keras, tubuhnya yang tadi lemas bersujud seketika langsung menegang keras, kepalanya mendongak keatas disertai dengan matanya yang terbelalak. Rupanya Frans mulai melesakkan batang kemaluannya kedalam anus Andina.
Frans menyodomi Andina.
BLESSSS…dalam waktu yang relatif singkat penis Frans tertanam seluruhnya didalam anus Andina. Setelah itu Frans mulai dengan gerakan menyodok-nyodok kemaluannya didalam anus Andina.
“Oogghh….oohh…aagghh….”, Andina menjerit-jerit kesakitan dengan tubuh menggelepar-gelepar dan mulut yang menganga sementara Frans dengan sekuat tenaga terus menyodomi Andina.
“Wah rapet sekali bo’ol kamu Andina, rasanya enaaakkk…”, ujar Frans sambil terus menyodomi Andina.
Tubuh Andina semakin lunglai lemas, keringat dingin mengucur deras kembali membasahi tubuhnya.
Setelah puas menyodomi Andina. Frans mencabut penisnya dan setelah itu langsung membalikkan tubuh Andina hingga terlentang.
Frans mengarahkan penisnya kewajah Andina dan setelah itu penis Frans yang besar dan perkasa itu disumpalkan didalam mulut Andina.
“Hhmmmppp…..”, Andina kembali tersentak disaat Frans berusaha melesakkan penisnya didalam rongga mulut Andina. Namun apa dayanya tubuhnya telah lemas setelah sekian kali digenjot rame-rame. Andina hanya pasrah disaat kemaluan Frans masuk kedalam mulutnya.
Kedua tangan Frans memegang erat kepala Andina yang masih berjilbab itu, kemudian digerakkannya kepala Andina naik turun untuk mengurut-urut batang penisnya didalam rongga mulut Andina. “Waww..lembut sekali mulutmu, dingin sekali rasanya….aahhh…nikmaattt…”, desah Frans yang sangat menikmati perkosaan itu.
Namun tidak demikian dengan Andina, dengan nafasnya yang tersengal-sengal dia terpaksa mengulum batang kemaluan Frans, mulutnya terlihat penuh dijejali kemaluan Frans sampai-sampai kedua pipinya menggelembung akibat batang penis Frans yang besar itu menjejali mulutnya.
“Ooookkhh…haaahhhhkkhh…”, Frans mengejang keras, wajahnya menyeringai menengadah kelangit-langit ruangan itu, tubuhnya bergetar ketika dia berejakulasi memuntahkan cairan-cairan sperma didalam rongga mulut Andina.
“HHmmmppphh…mmmhhh….”, Andina berusaha melepaskan diri namun sia-sia kedua tangan Frans dengan kuatnya memegang kepala Andina. CRRROOTT…CCRROOT…batang penis Frans terus memuntahkan sperma didalam mulut Andina mengalir deras membasahi tenggorokannya hingga meluber keluar disela-sela bibir Andina yang masih disumpal oleh batang kemaluan Frans.
“Aaahhh…nikmat sekali”, Frans mendesah lega.
Dicabutnya batang penisnya dari mulut Andina, seketika itu Andina terbatuk-batuk dan seperti akan muntah, mulutnya penuh dengan cairan kental sperma bercampur dengan airliurnya sendiri sesekali cairan itu mengalir keluar dari sela-sela bibirnya membasahi pipinya.
Belum puas seratus persen, Frans kembali mengambil posisi diatas tubuh Andina dia akan menyetubuhi gadis itu. Ditekuknya kedua kaki Andina hingga bagian paha menyentuh dada.
“Uuugghh….”, Andina mendesah pelan, mulutnya meringis ketika vaginanya kembali diterobos batang kemaluan lelaki. Frans mulai menyetubuhi Andina.
Mulut Andina hanya mengeluarkan desahan-desahan lemah, tubuhnya lungalai dan lemas bak seonggok daging tak bertulang ketika dia harus terbanting-banting dan tersodok-sodok akibat perkosaan yang dilakukan oleh Frans. Dengan tenaga yang masih perkasa Frans terus menyetubuhi Andina hingga akhirnya berejakulasi untuk yang kedua kalinya. Tubuh Frans menggelinjang nikmat menghantar semburan-semburan sperma yang kembali memenuhi liang vagina Andina.
Kemudian kedua tubuh itupun jatuh lemas tak berdaya, deru nafas mereka berpacu membahana mengakhiri adegan pembuatan filem porno itu. Andinapun kemudian tak sadarkan diri.
Rasa puas didalam diri Frans tak bisa dilukiskan, filem yang bertemakan pemerkosaan ini pastilah akan laris manis karena bintangnya adalah seorang Juara Harapan Putri Indonesia. Segera kawanan crew pembuatan filem itu membereskan peralatan mereka dan merapikan diri.
Waktu menunjukkan pukul 12 siang, merekapun meninggalkan ruangan itu dan pergi meninggalkan tubuh Andina yang masih tergeletak tak beradaya, rumah itupun kembali sunyi sepi.

YANI-UMI-POPPY

Tiap pagi, gue lewat depan rumah itu. Makanya, gue tahu penghuninya keluarga muda dengan anak balita satu. Nyonya rumah namanya Yani. Doi lulusan IKIP Seni Tari. Udah lama juga sih gue perhatiin doi. Tapi gue baru kenal ama perempuan Klaten itu lewat lakinya yang pelukis.
Doi orangnya nggak cakep-cakep banget.

Tapi tampangnya yang khas Jawa, lembut dan pasrah itu bikin gue betah ngelihatin mukanya kalo pas bertamu ke rumahnya. Apalagi dia enak juga diajak ngomong, suaranya itu senada dengan wajah pasrahnya. Gue jadi suka bayangin dia merintih-rintih di bawah siksaan gue.
Nah, suatu hari lakinya jadi kaya mendadak karena ada order lukisan dalam jumlah besar. Terus, dia ngontrak rumah sebelah buat Yani sama anaknya. Rumah yang sekarang dijadiin galeri lukis.

Doi yang sebelumnya sering cerita kalo lakinya sibuk banget, sekarang cerita repotnya ngurus rumah dan anaknya yang umur 3 tahun sendirian. Itu sebabnya dia ngajak adiknya Poppy dan ponakannya Umi untuk tinggal serumah. Tampang dua cewek itu mirip banget sama Yani, cuma dua-duanya lebih seger dan imut-imut. Akhirnya gue tahu juga kalo di rumah itu, sering cuma ada tiga cewek tadi sama satu anak balita.
Nafsu juga gue waktu temen gue ngasih usul yang menarik. Langsung saja gue telepon Yani malem itu. Gue rubah suara gue biar nggak dikenal.
"Choirun ada?"
"Nggak ada, lagi mancing. Ini siapa ya?"
Huh bego, pikirku. Dia kagak tahu kalo lakinya lagi maen sama Linda, tante Chinese yang gatal !
"Mbak Yani sendiri ya?"
"Nggak, sama Poppy dan Umi,"
"Ya sudah, besok saja,"
Tiga temen gue langsung bersorak begitu pasti malam itu lakinya Yani nggak di rumah. Kami berempat pun segera berjalan ke rumah dekat gerbang perumahan itu. Tiga temen gue sudah siap dengan 'peralatan'nya, lalu mengetuk pintu.
Seorang perempuan mengintip dari balik korden.
"Siapa ya?"
"Kami dari Polres bu, ada yang ingin kami sampaikan," sahut teman gue yang badannya memang mirip polisi.
Tak lama kemudian pintu terbuka, tiga temen gue masuk. Dari jauh gue lihat Poppy dan Umi ikut menemui mereka.
"Maaf bu, suami ibu kami tangkap satu jam lalu,"
"Lho, kenapa?" Yani terlonjak.
"Ia kedapatan menghisap ganja..."
"Nggak mungkin!" perempuan itu memiawik.
"Tapi begitulah kenyataannya. Kami juga dapat perintah menggeledah rumah ini. Ini suratnya,"
Yani tak dapat menolak, dibiarkannya ketiga 'polisi' itu menggeledah rumahnya. Dasar nakal, seorang temen gue sudah menyiapkan seplastik ganja dan kemudian ia teriak, "Ada di bawah kasur sini, komandan!"
Temenku yang paling besar memandang Yani dengan tajam. "Sekarang kalian bertiga ikut ke kantor polisi!" tegasnya.
"Tapi...tapi...saya nggak tahu bagaimana barang itu ada di situ..." kata Yani terbata-bata.
"Sekarang ibu bantu kami, ikut saja ke kantor polisi, juga dua adik ini,"
Akhirnya ketiga cewek itu mau juga ikut, setelah sebelumnya Yani menitipkan anaknya ke Bu Tukiran. Temen gue pinter juga, dia pinjam mobil Feroza Yani dengan alasan mereka cuma bawa motor. Lewat handphone, salah satu temen gue ngasih tahu.
"Beres Dan, siap cabut," katanya. Gue segera pakai topeng ski, ambil kunci mobil dan duduk di belakang stir.
Sebelum masuk, kaget juga tiga cewek itu karena tangan mereka diborgol di belakang punggung. "Kami nggak ingin repot nantinya," alasan temen gue.
Hanya beberapa saat saja, mobil pun berjalan. Yani duduk di tengah dengan satu temen gue menjaga pintu. Sedang Poppy dan Umi di belakang dijaga dua lagi temen gue.
Baru jalan 100 meteran di jalan menurun ke arah Kasongan, tiga temen gue itu ketawa ngakak. "Gampang banget..." kata mereka. Tentu saja tiga cewek itu bingung. Apalagi Yani kini terpaksa duduk merapat jendela karena dipepet lelaki besar di sebelahnya.
"Kalian tidak akan kami bawa ke kantor polisi, seneng kan nggak perlu lihat pistol? Tapi jangan khawatir, nanti kita tunjukin pistol yang lain," desisnya.
"Eh...eh...apa-apaan ini?" Yani ketakutan. "Eiiiiii....awwwhhhh...kurangajj...awwwhhhh..." Yani menjerit dan meronta, sebab tiba-tiba kedua payudaranya ditangkap dua telapak tangan yang besar, lalu diremas-remas keras seenaknya. Dua gadis di belakang juga menjerit-jerit ketika payudara mereka pun diperlakukan sama.
Lelaki itu lalu menyingkapkan jilbab Yani dan dengan nafsu kembali mencengkeram payudara montok itu. Yani makin keras menjerit. Lalu tiba-tiba...breetttt....bagian muka jubah tipisnya koyak sehingga memperlihatkan tonjolan buah dadanya yang berbungkus BH coklat muda.
"Wah, susu yang segar," kata temen gue.
"Jangannn...tolong...jangaann..." Yani menangis.
"Jangan cerewet, kalian bertiga tidak usah bawel, nurut saja atau tempik kalian kuculek pake belati ini!" kali ini temen gue mulai mengancam dengan menyentuhkan ujung belati ke permukaan payudara Yani yang menyembul dari BH-nya.
Di belakang, Poppy dan Umi terisak-isak. Blus keduanya sudah lepas, tinggal rok yang menutupi bagian bawah tubuh muda dan mulus itu. Keduanya pun memiawik berbarengan ketika penutup dada mereka direnggut hingga putus.
"Wah...wah...ini susu yang indah..." kata kedua temen gue di belakang. "Coba lihat punya Nyonya ini..." lanjut mereka.
Temen gue di depan pun bertindak cepat, memutus tali antara dua cup BH Yani. Yani terisak, buah dadanya kini telanjang dan....."Awwwwww...." ia menjerit agak keras ketika kedua putingnya dijepit dan ditarik serta diguncang-guncangkan. Kedua temen gue di belakang ketawa dan ikut-ikutan melakukan hal yang sama pada puting Umi dan Poppy.
Yani meronta-ronta tapi sia-sia saja ketika tubuhnya dibaringkan di jok mobil, lalu temen gue duduk di atas perutnya, memunggungi dan menyingkapkan bagian bawah jubahnya. Kedua kaki telanjangnya menendang-nendang, tapi ia kesakitan juga waktu kedua bagian dalam paha mulusnya dicengkeram keras. Ia menjerit lagi waktu selangkangannya yang ditutupi celana dalam putih digebuk sampai bunyi berdebuk. Dengan kasar, jari-jari temen gue menyingkapkan kain segitiga itu hingga memiawnya yang berjembut agak lebat terbuka. Tanpa ba bi bu, ditusukkannya telunjuknya ke lubang memiaw Yani.
"Aaaaakhhhh...." Yani menjerit kesakitan. memiawnya yang kering membuat tusukan itu jadi amat menyakitkan. Tapi temen gue itu nekad terus nyodok-nyodok memiaw yang legit itu. Malah waktu telunjuknya sudah terasa agak licin, dia tambah jari tengah. Lagi-lagi Yani menjerit kesakitan. Tapi nggak kapok juga temen gue itu. Sebentar saja sudah tiga jari yang nyodok-nyodok memiaw perempuan manja itu.
Di belakang, Poppy dan Umi juga merintih-rintih, sebab dua lelaki yang bersama mereka kini mengisap-isap pentil susu mereka sambil terus meremas-remas teteknya yang kenyal. Poppy pertama kali memiawik waktu tangan temen gue menelusup sampai ke balik celdamnya dan meremas-remas memiawnya sambil sesekali mencabuti jembutnya. Umi akhirnya juga mendapat penghinaan yang sama, bahkan ia merasa klentitnya lecet karena terus diuyel-uyel dengan kasar.

Mobil akhirnya sampai ke rumah besar punya temen gue yang asyik ngobok-obok memiaw Yani. Gue buka pintu belakang mobil. Di dalam, gue liat Poppy dan Umi yang topless, cuman pake rok doank! Dan yang lebih bikin gue kaget lagi, ternyata tongkol dua temen gue lagi dijilatin ama dua perawan itu. Toket kedua anak itu kelihatan mulai memerah karena terus diremet-remet. Terang aja gue tersentak, tapi gue sendiri gak bisa berbuat apa-apa lagi! Soalnya gue sendiri nggak tahan, terus ikut mencet pentil kanan Poppy dan pentil kiri Umi.
"Nggghhhhh...." dua cewek itu cuma bisa mengerang karena dua tongkol ada di mulut mereka.
Terus gue buka pintu tengah. Buset, di dalam, temen gue masih asyik menjilati memiaw Yani dan menyodok-nyodok lubangnya dengan tiga jari. Yani sudah tidak menjerit-jerit lagi. Yang terdengar sekarang cuma rintihannya, persis seperti bayangan gue.
Nggak tahan, gue naik, terus gue pegangin kepala perempuan berjilbab itu.
"Emut tongkol gue, kalau nggak, gue potong tetek lu!" kata gue sambil nyodorin tongkol yang udah ngaceng sejak tadi. Tangan kiri gue mencengkeram tetek kanan Yani yang montok sampai ke pangkalnya. Tangan kanan gue menahan kepala Yani biar tetep menghadap tongkol.
Yani nyerah, dia buka mulutnya. Cepet gue masukin tongkol gue sampe ke pangkalnya.
"Diemut!" bentak gue sambil menambah tenaga remasan di buah dadanya.
Gue ngerasain kenikmatan yang luar bisa banget waktu tongkol gue diemut-emutnya sambil merintih-rintih.
Biar gampang, sama temen gue tadi, gue gotong cewek itu dan gue lempar ke lantai garasi. Yani menjerit kesakitan dan makin keras jeritannya waktu jubahnya gue lucuti, begitu juga rok dalam dan celdamnya. Terlihatlah memiawnya yang terpelihara rapi, dengan bulu-bulu halus yang diatur dengan indahnya. Gue mainkan itilnya yang ada di dalam bibir memiawnya sampai dia berkelojotan ke kanan-ke kiri.
Sekarang temen gue yang jongkok di depan muka cewek itu dan memaksanya berkaraoke. Dari belakangnya, tanpa banyak bicara, gue langsung ngent*t cewek itu.
"Aunghhhhhh..." Yani mengerang panjang waktu tongkol gue nyodok memiawnya sampai mentok. memiawnya lumayan rapet dan legit biarpun dia sudah punya anak satu.
Ada seperempat jam gue kocok memiawnya pake tongkol, terus gue suruh dia nungging. Dari depan, temen gue masih ngent*t mulutnya sambil memegangi kepala cewek berjilbab itu.
Dari belakang, pemandangan itu bikin gue makin nafsu. Gue remet keras-keras memiawnya pake tangan kiri, terus telunjuk kanan gue tusukin ke pantatnya. Yani mengerang lagi waktu gue gerakin telunjuk gue berputar-putar supaya lobang kecil itu jadi lebar. Begitu mulai lebar, gue masukin tongkol ke dalamnya.
Tubuh Yani mengejang hebat, erangannya juga terdengar amat heboh. Tapi tetep gue paksa tongkol gue biar susahnya bukan main. Sampe akhirnya tongkol gue masuk sampai ke pangkal, gue tarik lagi sampai tinggal kepalanya yang kejepit. Terus dengan tiba-tiba gue dorong sekuat tenaga.
"Aaaaaakhhhhh....." Yani melepas tongkol temen gue dan menjerit keras. Tapi rupanya pas temen gue sampai puncak kenikmatannya. Akibatnya air maninya nyemprot muka Yani sampai belepotan.
Cuek, gue genjot terus pantat perempuan montok itu biar dia menangis-nangis kesakitan. Malah sekarang gue peluk dia sambil kedua teteknya gue remes-remes. Temen gue yang barusan nyemprot sekarang malah masukin dua jarinya ke lubang memiaw Yani dan diputar-putar. Ini bikin Yani makin kesakitan.
Gue ngerasa tongkol gue udah peka banget. Jadi makin cepet gue genjot dan langsung gue banting cewek itu. Yani nggak sempet mengelak, waktu tongkol gue tempelkan ke mulutnya dan gue paksa dia mengulumnya.
"Crooottt...crottt...crottt..." air mani gue nyemprot sampai tiga kali ke dalam mulutnya. Yani sudah mau menumpahkannya, jadi gue pencet pentilnya dan gue tarik ke atas.
"Telen!" bentak gue. Sambil merem, Yani menelannya semua, lalu menekuk tubuhnya sambil menangis. Dengan ujung jilbabnya gue dan temen gue mengelap tongkol yang berlendir. Dari celah pantat bundar Yani gue lihat ada darah keluar.
Lagi asyik ngelihatin tubuh bugil Yani, gue dengar ketawa ngakak dua temen gue. Lalu terlihat Poppy dan Umi turun dari mobil dan jalan sempoyongan. Gue melotot. Dua cewek itu nyaris bugil. Jilbab mereka disampirkan ke belakang sehingga teteknya yang kemerahan bekas diremas-remas bebas terlihat, dengan pentilnya yang kecoklat-coklatan. Dua-duanya terisak-isak, di sekitar bibir dua cewek hitam manis itu belepotan lendir putih.
Yang menarik, rok mereka sudah lepas, tinggal celdam putih milik Poppy dan kuning muda Umi. Malah celdam Poppy dibikin temen gue terangkat tinggi sampai nyelip di bibir memiawnya. Akibatnya, bibir memiawnya kanan dan kiri kelihatan gemuk dan jembutnya menyembul ke kanan dan kiri. Nggak tahan, gue pepet anak itu ke mobil, terus tangan gue mulai merayapi selangkangannya. Tangan gue mulai bermain-main di bibir vaginanya yang njepit celananya.
"Jangaann...ampun oommm..." rintihnya. "Adduhhhh..." pekik mahasiswi UAD itu, karena gue cabut beberapa helai jembutnya.
Dari bawah gue cengkeram tetek kanan Poppy yang nggak seberapa gede tapi kenyal itu, terus gue dorong ke atas sampai putingnya ngacung, lalu gue sedot kuat-kuat. Poppy meronta kesakitan, apalagi kemudian gue tarik celdamnya ke atas. Poppy memiawik waktu celdamnya akhirnya putus.
Gue terus melorot dan gue paksa cewek itu nyodorin memiawnya buat gue hisap. Gue mainin itilnya dengan lidah gue, bahkan sampai gue sedot pakai mulut gue! Poppy makin kelojotan dan mendesah. Sementara itu, gue lihat Umi lagi dipaksa menyepong tongkol temen gue. Sedang Yani sudah mulai disodomi lagi. Malah, dia dipaksa telentang dengan tongkol menusuk pantatnya, lalu memiawnya disodok dari depan. Kedengeran Yani menjerit-jerit kesakitan.
"Aihhh..." Poppy memiawik waktu telunjuk gue masuk satu ruas ke lubang pantatnya, terus gue dorong ke depan sampai lubang memiawnya merekah dan kelihatan lorong yang merah dan basah, gue jilatin sampai cewek 21 tahun itu menggeliat-geliat.
"Aduhh...jangaann..." Poppy menjerit waktu gue tiba-tiba berdiri sambil mengangkat kaki kirinya.
Tapi gue nggak peduli, tongkol gue pas banget nunjuk memiawnya. Terus gue kucek-kucek memiaw anak itu, sampai mulai terasa basah. Terus gue pegang tongkol gue dan gue paksa masuk kepalanya ke celah bibir memiawnya. Kepala tongkol gue terasa seperti direndam di air hangat. Poppy menjerit makin nggak karuan waktu tangan kiri gue mencengkeram tetek kanannya sampai ke pangkalnya sekuat tenaga. Malah, daging kenyal itu sampai terasa seperti remuk.
"Aaaakkhh....auhhhhh....ouchhh...aiiiii....sakkkiiittt....adduhhhhh...." Poppy menjerit histeris waktu gue dorong pinggang ke depan dengan tiba-tiba dan sekuat tenaga. tongkol gue masuk sampai ke pangkalnya. Malah kerasa kepalanya sampai mentok ke dasar memiawnya. Begitu mentok gue berhenti sebentar. Gadis itu sesenggukan, nafasnya tersengal-sengal. Tapi yang paling asyik, gue merasa tongkol gue di dalam memiawnya seperti dibasahi cairan hangat. Belakangan gue tahu yang hangat itu darah keperawanannya.
Dengan gerakan kasar dan tiba-tiba, gue kocok tongkol gue di dalam memiaw Poppy. Terasa sempit banget dan kering. Gue sih enak, tapi akibatnya Poppy menjerit-jerit kesakitan dan minta ampun. Poppy masih merintih-rintih waktu tongkol gue tarik keluar, terus gue jongkok di depan selangkangannya. Langsung gue masukin empat jari ke dalam lubang memiawnya yang masih menganga.
"Aucchhhhh...sakkkiiittt...aaahhhh..." Poppy menjerit lagi waktu empat jari gue puter-puter di dalam memiawnya. Waktu gue tarik keluar empat jari gue yang basah lendir dan darah, cewek itu jatuh melorot sambil terus menangis.
"Hey, bawa sini perawan satu itu, lu ambil memiaw yang ini. Pantatnya buat gue ya!" teriak gue ke teman yang lagi asyik ngucek-ngucek memiaw Umi.
Temen gue cepat bangun lalu menyeret kedua kaki Umi dan menggeletakkan cewek imut-imut itu di dekat kaki gue. Tanpa banyak bicara, dia terus mendorong Poppy yang menangis sambil duduk bersimpuh sehingga jatuh terlentang.
Gue tarik Umi sampai kepalanya berbantalkan paha gue, menghadap Poppy yang lagi digarap ulang. Gue remas-remas pelan kedua payudaranya yang kenyal. Cewek itu menangis.
"Kamu paling muda, jadi memiawmu pasti paling enak. Kamu mau tongkolku masuk memiawmu?" kata gue sambil memilin-milin putingnya yang hitam dan mungil tetapi tebal.
"Huuu...jangaaannn...huuu..." ABG itu menangis lagi.
"Lihat Bu Lik Yani dan Bu Lik Poppy itu...memiawnya sudah jebol...kalau kamu nggak mau seperti mereka, kamu harus nurutin apa kata gue, ngerti? Sekarang lihat ini,"
Gue lalu menghampiri Yani yang sedang dient*t dan disodomi berbarengan. Gue pegang kepala Yani yang lagi menjerit-jerit kesakitan. Lalu gue paksa dia mengulum tongkol gue lagi sampai tongkol gue basah. Terus gue suruh temen gue yang lagi nyodok memiaw Yani bangun, gantian dia memasukkan tongkolnya ke mulut Yani. Terus gue suruh pindah tongkol temen gue satunya dari pantat ke memiaw.
Badan Yani kelojotan dan gemeteran waktu gue paksa tongkol gue ikut masuk memiawnya. Temen gue yang dari tadi menyodomi dia rupanya nggak tahan lama lagi. Dia cepat-cepat menggerakkan tongkolnya maju mundur. Yani menjerit histeris, sebab dua tongkol di dalam memiawnya bikin memiawnya seperti mau sobek.
Temen gue rupanya nggak tahan. Nggak lama dia ngecrot di dalam memiaw Yani. Yang di atas juga gitu, dia ngecrot lumayan banyak di dalam mulut Yani. Yani ambruk, lemes di lantai.
Sekarang gue balik ke Poppy yang lagi menjerit-jerit karena dipaksa duduk di atas tongkol temen gue. Kedua teteknya dicengkeram sehingga dia terpaksa bergerak-gerak naik turun. Dari belakang, gue dorong punggung Poppy yang mulus sampai dia ambruk di atas dada temen gue.
"Kamu nggak mau disodomi juga kan. Lihat nih," kata gue lagi kepada Umi yang makin kenceng nangisnya.
Poppy menjerit melengking waktu telunjuk gue paksa masuk ke lubang anusnya. Rapet banget, jadi gue paksa satu telunjuk lagi masuk dan gue gerak-gerakin, bikin lubangnya makin lebar. Sampai cukupan buat masuknya kepala tongkol, gue sodok aja.
Kepala tongkol gue sekarang kejepit pantat Poppy. Gue dorong dua senti, Poppy menjerit lagi. Mundur satu senti lalu maju tiga senti. Poppy makin keras menjerit. Lalu mundur lagi satu senti dan dengan tenaga penuh....
"Aaaaaachhhhh...aauuhhhhh....saakkkiiitt....nggghhhhh...." Poppy menjerit histeris. tongkol gue masuk sampai pangkalnya ke dalam lubang pantatnya. Sempit banget, sampai kerasa tongkol gue seperti remuk di dalam. Tapi terus gue genjot agak lama.
Lima menitan, gue lepas dan dua temen gue yang tadi ngerjain Yani udah siap di belakang Poppy, mau gantiin. Gue balik ke Umi, sementara Poppy mulai menjerit lagi waktu pantatnya disodomi lagi. Tapi jeritannya hilang waktu mulutnya juga diperkosa.
"Gimana? Kamu mau nurut?" kata gue sambil jongkok di sebelah Umi dan mengucek-ucek memiawnya yang berjembut tipis.
"I...iya...iya..." katanya terbata-bata.
"Bagus, sekarang bersihin tongkolku," kata gue sambil berdiri, menyodorkan tongkol gue yang basah air mani temen gue dan darah dari pantat Poppy. Umi menelan ludahnya, tampangnya tampak jijik. Tapi karena takut, dia jilat juga tongkol gue.
Gila, gue kayak di awang-awang, apalagi dia terus mulai menyedot-nyedot tongkol gue. Setelah lama dia nyepong gue, gue liat tiga temen gue udah selesai. Poppy kayaknya pingsan. memiaw, pantat dan mulutnya belepotan air mani.
"Gue juga bersihin dong," kata temen-temen gue berbarengan.
Umi nggak punya pilihan lain. Akhirnya gadis imut-imut itu berjongkok di depan empat lelaki, menjilati dan menyepong tongkol-tongkol berlendir. Tidak cuma itu, dia juga gue suruh jilat seluruh air mani di badan Yani dan Poppy. Malah, dari memiaw Yani gue sendokin air mani dan gue suapin ke mulut Umi yang berbibir mungil itu.
"Huuu...huuu...sudahh...saya mau pulang..." Umi terisak sambil duduk bersimpuh.
"Boleh, tapi kamu harus joget dulu," kata gue sambil melepas ikatan di tangannya.
Umi seperti kebingungan. Tapi tiba-tiba ia menjerit karena temen gue tahu-tahu menyabetkan ikat pinggangnya, kena payudara kirinya. "Ayo cepet joget!" bentaknya.
Takut-takut Umi berdiri, tapi kali ini temen gue yang lain menampar pantatnya dari belakang. "Joget yang hot!" bentaknya.
Akhirnya Umi mulai meliuk-liukkan tubuhnya. Merangsang banget, gadis berjilbab tapi bugil, joget di depan gue. Gue tunjuk selangkangannya. "Ayo, gerakin pinggulmu maju mundur sampai memiawmu kena telunjukku ini," kata gue.
Umi nurut. Pinggulnya maju mundur sampai memiawnya yang berjembut tipis nyenggol telunjuk gue. Pas mau nyenggol kelima kalinya, sengaja gue sodok agak kenceng sampai seperti menusuk klentitnya. Umi menjerit kesakitan.
Sekarang dia malah ketakutan waktu tiga temen gue ikut joget di sekelilingnya sambil memegang-megang buah dada, pantat dan memiawnya.
"Jogetmu bikin aku ngaceng nih!" kata gue sambil mengacungkan tongkol gue yang emang udah tegang banget.
Temen-temen gue ketawa ngakak lalu memegangi kedua tangan Umi dan menelentangkannya di lantai.
"Aaahhh....janngaaaannnn....kalian jahaaaattt...aaahhhh..." Umi menjerit dan meronta-ronta. Satu kakinya dipegangi temen gue, satu lagi gue pegangin, ngangkang lebar banget.
Umi nangis lagi, waktu ngerasa memiawnya mulai kesenggol kepala tongkol gue. Cewek mungil ini menjerit keras waktu jari gue dan temen gue menarik bibir memiawnya ke kanan dan kiri. Terus, tongkol gue mulai masuk 4 senti dan tarikan langsung dilepas. Sekarang tongkol gue kejepit memiaw perawan yang sempit.
Gue ambil posisi, pegangan dua buah dadanya yang mulus sambil jempol dan telunjuk gue menjepit pentilnya.
"Aku harus adil dong, masak saudaramu dapat tongkol, kamu nggak?" kata gue sambil dengan tiba-tiba mendorong tongkol gue maju dengan kekuatan penuh. Akibatnya luar biasa. Umi menjerit sangat keras. Gue sendiri merasa tongkol gue merobek sesuatu yang sangat liat. Begitu tongkol gue mentok ke dasar memiawnya, gue berhenti sebentar. Kerasa memiawnya berdenyut-denyut meremas-remas tongkol gue. Pelan-pelan gue merasa ada cairan hangat membasahi tongkol gue. Itu pasti darah perawannya.
Akhirnya, ABG imut-imut itu menjerit-jerit tak berhenti waktu tongkol gue kocok dengan gerak cepat di dalam memiawnya. Apalagi temen-temen gue asyik meremas-remas teteknya. Malah, kerasa ada yang mulai nusuk pantatnya pakai jari. Ada lagi yang memaksanya ngemut tongkolnya.
Nggak lama, gue pindah tongkol ke pantatnya setelah Umi dibikin nungging. Lagi-lagi Umi menjerit histeris, sebab pantatnya yang lebih sempit dari memiawnya itu tetap bisa gue jebol pakai tongkol gue. Seperti dua cewek lainnya, sekarang Umi telentang di atas dada gue, terus memiawnya yang berdarah disodok tongkol temen gue dari depan. Mulutnya sekarang malah dipaksa ngemut dua tongkol sekaligus.
Sekarang Umi gue paksa nungging di atas dada temen gue sambil tongkolnya tetap di dalam memiaw cewek yang baru lulus SMU itu. Dua tongkol masih berebut masuk mulutnya. Dari belakang, sekarang gue coba masukin tongkol gue, bareng tongkol temen gue yang sudah masuk duluan.
Umi merintih kesakitan, waktu tongkol gue bisa masuk. Pas tongkol temen gue masuk sampai pangkalnya, gue sodok keras-keras sampai tongkol gue juga masuk sampai pangkal. Umi memiawik keras, sebab terasa ada yang 'krekk' di dalam memiawnya. Selaput daranya mungkin sobek lebih lebar lagi.
Gue ambil tongkol karet punya temen gue, terus gue tusukin jauh-jauh ke dalam anusnya. memiawnya jadi terasa tambah sempit aja. Umi mengerang panjang waktu gue nggak tahan lagi, ngocokkan tongkol beneran dan tongkol karet makin cepat.
"Minggir...minggir..." kata gue ke dua temen gue yang lagi memperkosa mulut Umi. Cepet gue masukin tongkol gue ke dalam mulut berbibir mungil itu dan, sedetik kemudian, air mani gue tumpah banyak banget di dalam mulutnya.
Umi sudah lemas waktu dia ditelentangin dan tiga temen gue antri ngocok cepat-cepat lalu nembak di dalam mulutnya.
Cewek itu betul-betul tak berdaya. Saat temen gue yang terakhir nyemprot ke dalam mulutnya, dia malah sudah pingsan. Mulutnya yang terbuka betul-betul putih, penuh air mani. Malah, wajah imut-imutnya juga ikut basah.
***
Tiga cewek itu sekarang sudah di mobil lagi. Mulut-mulut mereka yang penuh air mani sudah dilakban, sedang tangan diikat di belakang punggung. Tiga cewek bugil itu digeletakkan begitu saja di lantai tengah mobil. Yani yang pertama siuman, merintih dan menggeliat. Dua temen gue yang jaga di jok tengah lalu mengangkatnya hingga duduk di tengah-tengah. Lagi-lagi payudara montoknya diremas-remas dan putingnya disedot-sedot. Yani cuma bisa merintih.
Tapi ia mengerang kesakitan waktu dua ujung gagang kuas lukis yang runcing didorong di atas dua putingnya sampai tak bisa maju lagi.
"Ini bagus dan menarik," kata temen gue lalu mengikat empat kuas dengan karet gelang di dua ujung gagang kuas, masing-masing dua kuas. Ia lalu merenggangkan kedua kuas dan menyelipkan payudara Yani di antaranya. Selanjutnya, tarikan dilepas sehingga kuas kembali merapat dan menjepit erat gumpalan daging montok itu di pangkalnya. Dua buah dada Yani diperlakukan seperti itu, sehingga menggelembung dan makin lama makin terlihat merah kehitaman. Yani merintih dan menggeliat-geliat kesakitan.
Lalu Poppy yang menyusul siuman juga diperlakukan sama. Terakhir, begitu sampai Kasongan, Umi siuman. Perlakuan yang diterimanya nyaris sama. Bedanya, cuma dua kuas yang menjepit di payudaranya. Tapi, pasti sakit sekali karena yang dijepit adalah dua putingnya sekaligus.
Rumah Yani dini hari itu sepi sekali. Maka mobil langsung masuk garasi yang memiliki pintu tembus ke kamar Yani. Tiga pigura besar langsung disiapkan temen-temen gue. Lalu cewek-cewek yang masih menggeliat kesakitan itu, kita 'pigura' dengan tangan terikat di frame atas, kaki di frame bawah.
"Ini pasti lucu," kata temen gue sambil bawa masuk dongkrak mobil. Diputarnya dongkrak sehingga bagian pengangkat turun merapat dan ulirnya yang berdiameter tiga senti menonjol tiga senti. Lalu dibuatnya Umi duduk di atas dongkrak. Otomatis besi berulir menusuk memiawnya. Lalu diputarnya lagi dongkrak sehingga turun dan besi berulir naik. Umi mengerang kesakitan, sebab begitu besi pengangkat rapat, besi berulir itu mencuat ke dalam memiawnya sedalam 10 senti lebih. Darah perawannya bercampur air manipun menetes ke dongkrak dan lantai keramik putih.
Sedang Yani dan Poppy dipigura pada posisi berdiri. Dua puting Yani dan Poppy lalu disentuh dengan raket nyamuk. Sekejap tapi dua cewek itu langsung melonjak dan mengerang kesakitan. Lalu gagang raket ditusukkan ke dalam memiaw Poppy. Lubang pantatnya dimasuki lima kuas dengan bulu di dalam. Di memiaw Yani gue masukin dua baterai besar dan satu di pantatnya.
Tiga buah pancing lalu gue ikat di pigura Yani. Lalu, tiga kail gue tancapkan di pentil dan klitorisnya. Yani mengerang hebat waktu tali pancing gue gulung sampai menarik tiga titik peka itu. Sampai akhirnya, Yani pingsan lagi.
"Kamu berdua harus pingsan lagi ya?" kata gue kepada Poppy dan Umi yang ketakutan waktu ngelihat enam tusuk gigi lancip di tangan gue.
Pertama-tama Poppy yang mengerang hebat waktu dua tusuk gigi gue tancepin di dua pentilnya sampai lima senti. Darah lalu mengalir dan menetes lewat ujung tusuk gigi. Waktu klentitnya yang gue tusuk dari bawah sampai tembus ke atas, Poppy mengerang lagi dan tubuhnya kejang sampai akhirnya lemas, pingsan.
Sekarang Umi yang ketakutan. Gue tarik satu persatu putingnya, gue tusuk tembus melintang sehingga nyangkut di gagang kuas. Darah juga menitik lewat ujung tusuk gigi. Seperti Poppy, dia juga pingsan waktu klentitnya juga gue tusuk tembus melintang.
***
Keadaan sepi, gue dan temen-temen membuka lebar korden ruang tamu, lalu menyalakan lampu. Cepat kami cabut dari situ sambil melihat pemandangan indah di ruang tamu...
***
Seminggu kemudian, gue mampir ke rumahnya. Berlagak nggak tahu, toh Yani, Poppy dan Umi juga nggak tahu kalo gue yang merkosa mereka. Tapi gue kaget juga waktu yang membuka pintu bukan mereka, tapi seorang gadis berjilbab putih panjang dan jubah ungu.
"Saya Kantuningsih. Saya kos di sini," kata gadis berwajah khas Jawa itu.
"Bu Yani kemana?"
"Bu Yani sekarang tinggal di Klaten..." sahutnya.
Ow... ow... gue kecewa. Tapi entar dulu, kapan-kapan si Kantun ini perlu disodok juga memiawnya. Temen-temen gue harus dikasih tau !
Betapa mempesonanya wanita ini. dibalik kesopanan pakaian tersembunyi pesona liar.

Ranjang Yang Ternoda 1 “Para Istri & Pria Tua”

“Dasar tua bangka bejat!” maki Lidya Safitri saat Pak Bejo pergi meninggalkan rumah.

Alya Arumsari terkejut dan melotot ke arah adiknya dengan pandangan marah. “Heh! Ngawur! Jangan keras-keras! Mengatai-ngatai orang kok seenaknya sendiri! Kalau dia denger gimana coba?”

Pak Bejo Suharso adalah seorang tetangga yang baik, gemar membantu orang lain dan sangat ramah walaupun hidup mereka sedikit kekurangan. Ia dan istrinya, Bu Bejo, adalah tetangga dekat keluarga Alya. Sejak kepindahan mereka ke kawasan pemukiman ini Pak Bejo dan istrinya amatlah sering memberikan bantuan. Bahkan ketika Alya atau suaminya sibuk, Pak Bejo dan istrinya sering menjaga Opi, putri mungil mereka. Lidya adalah adik Alya yang semalam kebetulan menginap di rumah Alya. Lidya sudah mulai tidak suka dengan Pak Bejo sejak pertama kali bertemu dengannya.

“Habis dia nggak tau diri sih, Mbak,” jawab Lidya. “Waktu Mbak Alya membungkuk mau mengambil mainannya Opi yang jatuh, matanya jelalatan, ngeliatin ke belahan dada Mbak Alya, lalu menjilat bibirnya dengan mesum. Itu kan nggak sopan namanya!” Lidya berhenti sebentar, lalu melanjutkan sambil menatap kakaknya yang molek dengan pandangan serius. “Jangan-jangan Pak Bejo pengen tidur sama Mbak Alya?”

Seketika Alyapun tertawa, Lidya ikut-ikutan tertawa. Alya tidak membela Pak Bejo, tapi berjanji dalam hati di lain kesempatan akan lebih hati-hati saat tetangganya itu datang berkunjung. Lidya juga tidak bisa menyalahkan Pak Bejo, jangankan dia, semua orang yang normal pasti mau tidur dengan Alya. Kakak Lidya itu memiliki tubuh yang seksi seperti bidadari dan memiliki kecantikan luar dalam. Ditambah perilaku yang sangat lembut dan ramah, makin lengkaplah kesempurnaan Alya. Rambut panjang indah sebahu, tubuh ramping yang jauh lebih indah lekukannya daripada sirkuit sentul, kulit putih mulus dan buah dada yang luar biasa ranum menggiurkan meskipun sudah beranak satu. Ya, semua orang pasti punya pandangan mesum pada kakaknya itu.

Tapi Lidya sendiri juga sangat cantik. Tubuhnya juga tidak kalah indah, walaupun kalau dibanding Alya yang memiliki ukuran BH 36, Lidya hanya 34C. Kecantikan keluarga mereka memang sudah terkenal. Kadang banyak laki-laki kampung sekitar berkumpul di depan rumah keluarga Alya kalau Dina, Alya dan Lidya sudah berkumpul.

###

Dina Febrianti sedang resah menghitung tagihan bulanan yang bertebaran di atas mejanya. Wanita cantik berusia 32 tahun yang masih terlihat seperti remaja belasan tahun itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan membolak-balik kertas berisi angka-angka. Tagihan listrik, telepon, air, credit card, cicilan motor, cicilan mobil, pembayaran kredit kontrak rumah dan cicilan kredit biaya rumah sakit mertua. Jumlah terhutang sangatlah besar, dan tiap bulannya seakan jumlah itu selalu bertambah besar karena bunga yang ditanggung juga meningkat.

Karena stress, Dina menarik nafas panjang, menyisihkan surat-surat tagihan dan mengambil sebuah amplop besar berwarna coklat yang berisi tagihan kredit pinjaman pembangunan rumah. Anton dan Dina tengah membangun sebuah rumah di kawasan pinggir kota karena sudah bosan selama ini mengontrak terus. Sayangnya, rumah yang sedang mereka bangun menurut Dina terlalu besar dan mewah untuk ukuran mereka. Dina sering membujuk Anton agar berhemat karena dia tahu untuk membangun rumah seperti yang diinginkan Anton akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan seandainya mereka mengambil kredit, maka biaya berikut bunganya akan sangat besar. Anton hanya tertawa dan mengatakan istrinya terlalu banyak khawatir. Saat menyesuaikan keuangan rumah tangga dan tagihan hari ini, Dina merasa kekhawatirannya menjadi kenyataan.

Untungnya jumlah uang yang mereka kumpulkan bulan ini cukup untuk membayar semua tagihan, Dina menarik nafas lega. Paling tidak mereka bertahan sampai bulan depan. Dina berjanji pada dirinya sendiri untuk lebih hati-hati dalam hal keuangan. Dia berniat memaksa Anton untuk lebih bijaksana. Paling tidak mereka bisa memotong anggaran untuk credit card dan kembali ke pembayaran cash. Bunga yang ditarik oleh bank untuk credit card sangatlah besar dan membuat mereka mengalami defisit. Sayangnya permintaan Dina selalu ditampik oleh Anton.

“Biarlah yang terjadi esok hari, terjadi esok hari. Yang penting kita hari ini bisa bertahan.” Kata Anton setiap kali Dina mengajukan usulan. Seandainya Dina sadar kalau kata-kata Anton itu bagaikan ramalan, dia seharusnya lebih cemas lagi.

Kalau mengesampingkan kesulitan finansial yang dialami keluarganya, kehidupan Dina sangatlah sempurna. Dia amat mencintai Anton dan suaminya itu memang memiliki gaji yang lumayan untuk menghidupi keluarga. Bersama kedua putranya yang masih kecil, ibu muda yang cantik ini memiliki segala yang mereka inginkan. Hanya sayangnya, mereka tidak punya tabungan di bank seandainya sewaktu-waktu diperlukan pengeluaran mendadak.

Dina tersenyum saat teringat pada kedua anak kebanggaannya. Dani, putranya yang paling besar sudah kelas 5 SD, sedangkan Dion baru masuk ke kelas 1 SD. Mengingat kebutuhan mereka yang semakin besar, senyum Dina memudar. Alat tulis, buku dan seragam makin hari makin mahal. Belum lagi si Dani sudah waktunya disunat, tentu biaya yang dibutuhkan akan sangat besar kalau mereka mengadakan syukuran.

Dina mencari amplop berisi uang belanja bulanan yang biasa diberikan Anton. Begitu menemukannya, Dina langsung menghitung uang yang diberikan Anton bulan ini. Betapa kagetnya Dina begitu tahu jumlah pemberian uang belanja bulan ini sangat sedikit. Tidak akan mencukupi kebutuhan rumah tangga selama sebulan! Dina tidak meminta uang belanja yang berjuta-juta, cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari saja sudah bersyukur. Tapi jumlah uang yang mepet itu ternyata masih dipotong lagi oleh Anton. Dina memutuskan untuk menelepon suaminya. Ibu rumah tangga yang kebingungan itu segera memencet nomor HP Anton.

Sayangnya HP Anton tidak aktif. Dina menelepon ke kantor. Menurut Desi sekretaris Anton, suami Dina itu sudah meninggalkan ruangannya.

Dina meletakkan gagang telepon dengan terheran-heran. “Kemana lagi dia? Bukannya pulang malah keluyuran?”

Tanpa sepengetahuan Dina, Anton memiliki penghasilan lain yang tidak halal. Sudah bertahun-tahun Anton membohongi Dina. Anton adalah seorang pemain judi. Bahkan saat ini pun dia sedang berada di arena taruhan. Suami Dina itu sedang menyobek-nyobek kupon taruhannya karena lagi-lagi kalah memasang nomor. Perhitungannya meleset jauh padahal jumlah uang yang dijadikan taruhan tidak sedikit.

Saat Anton pulang ke rumah dan ambruk di ranjang, dia beruntung Dina tidak sedang dalam kondisi bad mood. Dina segera menanyakan perihal jumlah uang belanjanya yang berkurang, senyum Anton yang menawan membuat hati si cantik itu luluh. Dina sangat mencintai suaminya dan dia tahu Anton juga memujanya. Memangnya kenapa kalau suaminya itu sedikit boros? Uang belanja adalah uang Anton juga, sehingga kalau dia memang memerlukannya, tidak ada salahnya Dina rela. Apalagi Anton sudah memberikan banyak hal untuk Dina dan anak-anaknya. Anton sudah membuai mereka dengan harta benda.

“Shhh, anak-anak belum tidur. Jangan ribut,” Bisik Dina pada suaminya yang tiba-tiba saja ‘menyerangnya’.

“Oh, masa aku nggak boleh ngentotin istriku sendiri?”

“Anton Hartono! Bahasanya kok jorok gitu? Kampungan!”

“Hm, kalau tahu aku dulu akan menikahi perempuan lugu, aku pasti protes keras pada almarhum Bapak dan Ibumu,” canda Anton. “Mereka membesarkan seorang anak perempuan yang cantik jelita namun sangat naif.”

“Tidak lucu. Aku bukan perempuan lugu.”

Anton mengamati istrinya – rambutnya dipotong ala Dian Sastrowardoyo presenter acara kuis berhadiah 3 Milyar rupiah, matanya indah dengan bulu mata yang lentik, pipinya halus mulus tanpa bercak ataupun jerawat, kulitnya putih mulus bagai susu, buah dadanya masih membusung kencang dan tidak melorot, pinggang langsing, pinggul sempurna di atas pantat yang bulat merangsang dan kaki jenjang yang sangat menawan. Dulu pernah sekali waktu, seorang agen iklan meminta Dina menjadi model iklan sabun mandi terkenal, namun Dina menolaknya. Anton mengagumi keindahan istrinya yang hampir sempurna. Tangan-tangannya yang nakal menjelajahi perut Dina. Masih seperti perut seorang gadis remaja, walaupun kenyataannya Dina sudah melahirkan dua orang anak.

“Baiklah, kalau begitu wanita konservatif,”

“Maksudnya?” Dina mulai gusar.

Anton menyesal memulai percakapan ini. Dina sangat lugu dan naif dalam hal bercinta dan berpenampilan. Pakaian yang dikenakan istrinya selalu sopan dan tidak pernah menonjolkan kemolekan tubuhnya. Dina juga bukan seorang petualang di ranjang. Dia pemain seks yang konservatif dan monoton. Berciuman, saling menggesek dan bercinta dengan posisi missionary. Selalu begitu. Sekali dua kali, Anton bisa melakukan doggie style, tapi istri Anton itu tidak pernah mengijinkan sang suami menyentuh anusnya dalam kondisi apapun. Walaupun Dina pernah mengatakan kalau doggie style itu juga merendahkan diri sama seperti binatang, namun dalam kondisi ‘panas’ Dina biasanya menyerah pada keinginan suaminya.

Di awal pernikahan mereka, Anton pernah mencoba melakukan oral seks pada organ kemaluan Dina, tapi istrinya itu langsung menjerit dan melonjak-lonjak marah. Dia langsung menghardik Anton dan mengatakan kalau kemaluan mereka kotor. Dina tidak pernah mengerti kenapa Anton ingin menjilati bibir kemaluannya yang merupakan sumber penyakit. Sebaliknya pun begitu. Suatu ketika sesaat setelah Anton meminta Dina mengulum penisnya, istrinya itu langsung mengunci diri di dalam kamar mandi dan tidak mau keluar selama dua jam. Anton tidak pernah meminta posisi yang aneh-aneh lagi.

“Jadi? Ayo katakan saja! Kenapa aku ini wanita konservatif?”, lanjut Dina. “Apa karena aku ini bukan wanita murahan? Bukan pelacur?”

“Sudahlah. Lupakan saja.”

“Tidak mau. Kau yang memulai percakapan ini, jadi aku ingin mendengar lanjutannya.”

“Yah, kamu kan memang tidak ingin mencoba hal-hal baru saat bercinta denganku?”

“Aku melakukan apa yang menjadi tugasku,” kata Dina penuh emosi. “Aku seorang istri yang baik, setia, penurut dan telah memberimu dua orang anak!”

“Maafkan aku, sayang. Kamu benar,” Anton mengalah. Dia berusaha mengembalikan mood sang istri yang nampaknya mulai naik pitam.

“Aku sedang tidak ingin melakukannya,” kata Dina sambil melepaskan tangan Anton yang meremas payudaranya. Dina mematikan lampu dan menarik selimut.

Anton memahami nada suara istrinya yang tinggi dan memiringkan badan untuk mengecup bibir Dina. Setelah mencium bibir Anton, Dina membalikkan badan dan memunggunginya. Si cantik itu segera terlelap. Anton bangkit dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi.

Entah kenapa, setelah 12 tahun menikah dan hapal dengan sifat-sifat Dina, dia dengan tololnya memutuskan untuk membicarakan hal yang menyinggung perasaan istrinya. ‘Dasar sial’ batin Anton. Suami Dina itu terpaksa coli di kamar mandi untuk melepas hasrat birahinya malam itu.

###

Pak Bejo Suharso yang pensiunan PNS bertubuh gemuk, dengan kulit hitam kecoklatan terbakar matahari dan berusia enam puluh dua tahun. Wajahnya sudah dipenuhi keriput, matanya kemerahan dan rambutnya yang ikal mulai membotak. Wajahnya bukan wajah seorang pria tua yang simpatik, bahkan cenderung buruk rupa. Walaupun bukan orang berada dan hidup serba kekurangan, Pak Bejo dikenal lumayan akrab dengan penghuni sekitar sehingga sering dimintai bantuan dan punya banyak kawan di kampungnya.

Tapi di balik penampilannya pada Alya sekeluarga, Pak Bejo sebetulnya adalah seorang preman yang sering judi, jajan PSK, mabuk-mabukan dengan anak-anak muda dan berkelahi dengan orang yang tidak disukainya. Satu lagi kejelekan Pak Bejo, orang ini sangat mesum.

Pak Bejo dan istrinya hampir tiap hari berkunjung ke rumah keluarga Hendra dan Alya. Biasanya Bu Bejo akan merawat Opi yang masih kecil setiap kali Hendra dan istrinya pergi bekerja. Pak Bejo dan istrinya memang suka dengan anak kecil apalagi yang selucu dan secantik Opi, tapi Pak Bejo lebih suka dengan ibunya yang luar biasa manis dan seksi.

Alya yang masih muda dan jelita adalah wanita impian Pak Bejo. Sejak pindah ke kampung ini, Pak Bejo tak pernah melewatkan mengamati ibu muda yang segar itu. Wajahnya yang cantik, tubuhnya yang seksi, baunya yang harum, kakinya yang jenjang, kulitnya yang putih mulus, rambutnya hitamnya yang panjang sebahu, buah dadanya yang montok dan membusung, pantatnya yang bulat, semuanya Pak Bejo suka. Sejak Bu Bejo dipercaya dan sering dipanggil sebagai babysitter keluarga Hendra, Pak Bejo bisa memuaskan dahaga nafsunya dengan mencuri-curi pandang ke arah semua titik lekuk keindahan tubuh Alya.

‘Si Alya memang benar-benar dahsyat.’ Kata Pak Bejo dalam hati, “Coba lihat aja bibirnya. Uahahhh, pokoke maknyuuuss. Kalo dipake buat nyepong, baru nempel aja paling aku udah keluar.”

Hari ini dia lebih beruntung lagi, karena tadi pagi sempat mencuri celana dalam Alya yang belum dicuci. Dia sempat mencium bau harum belahan selangkangan Alya dari celana dalam bekas pakainya itu. Setelah istrinya tidur, malam ini Pak Bejo beringsut ke kamar mandi dengan sembunyi-sembunyi sambil membawa celana dalam Alya. Buat apa lagi kalau bukan buat coli? Ia segera bermasturbasi dengan membayangkan wajah Alya dan mimpi bercinta dengan istri Hendra itu dari segala macam posisi. Pak Bejo merem melek dan mendengus-dengus penuh nafsu.

‘Wah,’ pikirnya. ‘Kalau cuma begini terus, bisa rusak kontol ini aku betot. Gimana yah caranya bisa ngentotin si Alya yang semlohay itu? Aku musti cari cara buat bisa masukin kontol ini ke memeknya!’

Setelah orgasme dan melepaskan air mani ke lantai kamar mandi, Pak Bejo kembali ke teras dan kongkow-kongkow. Dia masih mengatur strategi untuk melaksanakan pikiran kotornya. Suatu saat, teringatlah Pak Bejo pada adik Alya yang juga sangat cantik dan seksi yang bernama Lidya.

‘Si molek itu kayaknya curiga sama aku. Suatu saat nanti aku harus memberi dia pelajaran di tempat tidur!’ kata Pak Bejo dalam hati. ‘Yang mana yah enaknya? Alya atau Lidya yang sebaiknya aku entotin duluan? Wah wah, satu keluarga kok semlohay semua. Belum lagi kakaknya yang paling gede, siapa itu namanya… Dina Febrianti? Wah… teteknya oke banget… ah ah… Dina, Alya atau Lidya?’

Pak Bejo lantas membuka folder-folder gambar di dalam HPnya. Di dalamnya terdapat tiga foto yang sangat dia sukai. Semuanya seronok dan diambil tanpa sepengetahuan sang target. Gambar Dina saat mengenakan kaos ketat yang memperlihatkan kemolekan buah dadanya, gambar belahan dada Alya saat pujaan Pak Bejo itu membungkuk dan gambar paha mulus Lidya. Dina sudah menikah dan tinggal tidak jauh dari rumah Alya, berbeda gang tapi masih dalam satu komplek. Bersama suaminya, Anton, Dina memiliki dua orang anak yang sekarang sudah bersekolah di SD terdekat. Sedangkan Lidya adalah penganten baru yang tinggal di sebuah rumah agak jauh di pinggiran kota. Karena sering tugas keluar kota, maka Andi suami Lidya sering menitipkan istrinya ke rumah Alya.

Kedua orang tua kakak beradik Dina, Alya dan Lidya sudah meninggal dunia karena kecelakaan beberapa tahun yang lalu.

Sambil menikmati gambar ketiga kakak beradik yang seksi itu, Pak Bejo Suharso terus melamun hingga larut malam sambil menggaruk-garuk selangkangannya yang makin gatal.

###

Alya sudah bekerja keras sepanjang hari Minggu ini dan dia kelelahan. Ibu rumah tangga muda yang cantik itu sudah mencuci baju, memasak, membersihkan rumah, memandikan Opi dan menidurkannya. Apalagi hari ini Alya harus melayani kunjungan ibu mertuanya yang baru pulang sore hari sementara Bu Bejo sedang mengunjungi relasi sehingga tidak bisa datang. Akhirnya Alya bisa beristirahat dengan tenang malam itu.

Setelah mandi dengan shower, keramas dan mengenakan piyama, Alya merebahkan diri di tempat tidur. Sayangnya, Hendra punya pikiran lain dan mulai bergerak mendekati istrinya yang tidur membelakanginya. Hendra memeluk Alya dari belakang, menepikan rambut dan menciumi lehernya yang putih.

“Jangan sekarang ah, Mas Hendra,” kata Alya manja. “Aku capek banget.”

Hendra tidak menjawab. Suami Alya itu terus menciumi lehernya dan meletakkan tangannya di payudara kiri Alya. Hendra meremas susu Alya perlahan dan menjilati daun telinganya, sementara tubuhnya kian mendekat dan akhirnya Hendra menempelkan alat vitalnya di belahan pantat Alya yang montok.

“Mas…” Alya menggeliat dan mencoba mendorong suaminya menjauh. Tidak enak juga rasanya menolak melayani suami seperti ini, karena biar bagaimanapun Alya sangat mencintai Hendra dan ingin melayaninya sampai puas. Sayangnya, Hendra sering memilih waktu yang tidak tepat saat meminta jatah.

“Ayolah, sayang,” kata Hendra sambil mencopoti kancing baju piyama yag dikenakan Alya. “Aku pengen.”

“Aku capek, Mas,” jawab Alya. Tapi karena Hendra terus merangsang payudaranya, Alya akhirnya mengalah. Akan lebih baik kalau dia menyerah dan pasrah pada kemauan sang suami.

Alya berhenti menolak dan mulai rileks saat Hendra selesai melepaskan semua kancing baju piyama yang dikenakannya. Telanjang dari perut ke atas, Hendra segera menyerang kedua payudara Alya yang ranum dan indah. Hendra memijat buah dada Alya dengan kedua belah telapak tangannya. Suami Alya itu lalu mengelus-elus susu Alya dan menciumi sisi-sisinya. Hendra hanya sekilas mencium puting susu Alya (tidak cukup lama untuk membuatnya mengeras), lalu bangkit dan berlutut. Ia meraih bagian atas celana piyama yang dipakai Alya dan mencoba menariknya. Alya dengan desahan panjang mengangkat pantatnya ke atas supaya celananya mudah ditarik.

Hendra melucuti celana panjang piyama Alya dan melakukan hal serupa dengan celana dalam istrinya. Kini Alya sudah telanjang bulat di depan suaminya.

“Seksi banget, sayang. Sudah lebih dari lima tahun kita menikah, tapi bentuk tubuhmu masih jauh lebih indah dari gadis manapun. Masih seksi, masih mulus dan hmm… tidak, aku salah. Tubuhmu jauh lebih seksi, lebih mulus dan lebih aduhai dari siapapun.” Kata Hendra memuji keindahan tubuh istrinya. Alya tersenyum, paling tidak dia masih mendapatkan pujian dari suaminya.

“Ini semua untuk kamu, Mas.” Kata Alya mesra.

Hendra ambruk di atas tubuh Alya dan istrinya itu otomatis merenggangkan kakinya yang jenjang. Alya mengaitkan kakinya diantara pinggang Hendra dan menjepitnya lembut. Beberapa saat kemudian, Alya merasakan ujung kemaluan Hendra mulai menyentuh ujung vagina Alya. Wanita cantik itu menarik nafas panjang. Hendra mungkin bukan orang paling romantis di dunia, tapi penisnya lumayan besar, dan itu biasanya mampu mengagetkan dan memuaskan Alya.

Alya menahan nafas sementara Hendra melesakkan penisnya ke dalam vagina istrinya dengan sangat perlahan. Setelah seluruh batang kemaluan Hendra masuk ke dalam mulut rahimnya, Alya melepas nafas. Hendra mulai menyetubuhi Alya dengan gerakan pelan dan lembut. Gerakan Hendra yang ajeg dibarengi dengan erangan dan lenguhan kenikmatan. Alya merintih pelan dan manja, untuk memberikan kesan dia menikmati permainan cinta yang diberikan suaminya. Padahal dalam hati Alya sama sekali tidak puas.

Sebenarnya permainan Hendra tidaklah terlampau buruk, tidak pula singkat, kadang Alya juga terpuaskan perlahan-lahan, tapi permainan Hendra tidak mampu melejitkan Alya ke puncak kepuasan yang optimal. Alya mencoba mengimbangi gerakan memilin suaminya dengan gerakan pinggulnya, mencoba menyamakan ritme dengan gerakan mendorong yang dilakukan Hendra, tapi lagi-lagi Alya harus berpura-pura karena tak berapa lama kemudian Hendra sudah orgasme. Alya tersenyum dan mencium suaminya lembut. Hendra menyentakkan penisnya dalam vagina Alya untuk kali terakhir sementara air maninya membanjiri liang kemaluan sang istri.

Setelah semuanya usai, Hendra bergulir dari atas tubuh Alya dan memejamkan matanya penuh kepuasan. Alya bangkit dari ranjang, membersihkan diri sebentar dan kembali ke tempat tidur sambil memeluk suaminya yang sudah tertidur lelap penuh rasa cinta.

Sementara itu, di luar sepengetahuan Alya dan Hendra, sesosok tubuh gemuk berhenti merekam adegan persetubuhan mereka. Sosok itu sedari tadi bersembunyi di luar jendela kamar Alya. Entah bagaimana, sosok itu bisa menemukan celah di antara tirai, mengintip ke dalam kamar lalu merekam adegan seks mereka dengan kamera HP.

Sosok itu melangkah puas sambil terkekeh-kekeh pulang ke rumah. Sosok Pak Bejo Suharso!

###

Dina duduk di kamar santai dan menyalakan televisi. Tapi ibu muda yang cantik itu tidak menonton tayangan sinetron di televisi. Dina terus memijat-mijat tangannya dengan gelisah di pangkuan dan bertanya-tanya apa yang diinginkan oleh Pak Pramono, bos kerja Anton. Pak Pramono telepon tadi pagi dan bertanya apakah dia boleh datang berkunjung. Pak Pramono mengatakan ada sesuatu yang penting yang harus dibicarakan. Anehnya, saat ini Anton justru tengah dinas keluar kota. Apa yang ingin disampaikan Pak Pramono padanya? Dina selalu merasa rikuh saat berhadapan dengan Pak Pramono.

Walaupun sudah tua, tapi pria yang rambutnya sudah beruban semua itu sangat besar dan masih terlihat gagah. Kulitnya yang hitam dan kumisnya yang lebat menambah sangar penampilan Pak Pramono. Dia lebih mirip seorang perwira militer ketimbang bos perusahaan IT. Dina bertanya-tanya dalam hati apa yang ingin dibicarakan oleh Pak Pramono saat kemudian bel pintu berbunyi.

Dina buru-buru membukakan pintu dan mempersilahkan seorang pria masuk. Dia mengantarkan sang tamu ke ruang duduk di mana mereka berdua akhirnya berhadapan. Dina merasa sedikit grogi berbincang-bincang dengan pimpinan suaminya. Sangat jarang pimpinan Anton berkunjung kemari, bahkan bisa dibilang ini baru pertama kalinya mereka berdua berhadapan langsung.

“Bagaimana kabar anda?” tanya Pak Pramono memulai percakapan.

Dina cukup terkejut dengan pertanyaan sopan ini. Pak Pramono bukan orang yang suka berbasa-basi dan wajahnya cenderung menyeramkan. Satu-satunya pertemuan empat mata antara Dina dan Pak Pramono berlangsung di sebuah pesta perusahaan. Saat itu Pak Pramono bahkan tidak tersenyum pada siapapun. Sebaliknya Bu Pramono adalah seorang istri yang sangat ramah. Dina memutuskan untuk tidak memasang wajah kaku dan berlaku santai. Dia duduk dengan tenang.

“Baik, terima kasih. Bagaimana kabar anda sendiri, dan Bu Pramono, sehat-sehat saja kan?” Dina menjawab ramah.

“Baik. Baik. Ibu juga baik baik saja. Semua sehat.”

Dina melihat wajah Pak Pramono mengeras, sehingga perasaan tegang kembali menyelimutinya. “Pasti Bu Anton bertanya-tanya kenapa saya ingin menemui ibu?”

“Betul Pak, saya cukup terkejut dengan telpon dari anda… apalagi saat ini Mas Anton sedang keluar kota dan…”

“Akan lebih baik kalau dia tidak ada di sini. Saya ingin berbincang-bincang soal serius pada Bu Anton perihal bapak.”

“Tentang suami saya? Apa ada masalah di tempat kerja?

“Pertama, apakah ibu tahu soal kebiasaan Pak Anton berjudi?”

Dina terkejut dan hampir pingsan, tapi setelah beberapa saat berdiam, dia mencoba menguasai dirinya sendiri dan menjawab. “Mas Anton tidak pernah berjudi, tidak tepat kalau disebut ‘kebiasaan’, Pak Pramono.”

Pak Pramono membuka tas kerjanya dan mengambil secarik amplop manila. Dia membukanya dan mengeluarkan beberapa carik kertas dari dalamnya. Memisahkan sebagian dan mengambil beberapa lagi. Dia lalu menunjukkannya kepada Dina. Kertas-kertas itu adalah foto. Dina duduk terdiam. Dia hampir pingsan.

“Ini buktinya,” kata Pak Pramono tenang.

Dalam foto-foto itu tergambar kegiatan Anton saat dia sedang di meja judi. Entah itu saat bermain kartu atau berbagai jenis kegiatan judi lain. Ada foto-foto saat Anton sedang memasang nomor taruhan, ada foto saat Anton merobek nomernya yang kalah dengan kesal dan ada foto Anton saat dia sedang minum bir bersama beberapa bandar.

“Darimana anda mendapatkan foto-foto ini?” tanya Dina kebingungan.

“Itu tidak penting. Jadi patut diketahui oleh ibu, kalau kami selalu melakukan penyelidikan mendetail pada seluruh karyawan, termasuk Pak Anton. Dalam kasus ini, kami memang mencurigai beliau.”

“Mencurigai! Kenapa?”

“Saya baru hendak menyampaikan alasannya. Auditor kami menemukan catatan sejumlah besar dana yang telah diselewengkan oleh seorang karyawan. Hal itu membuat kami harus memulai langkah penyelidikan. Setelah langkah-langkah diambil, semua bukti yang ada mengarah pada Pak Anton, suami ibu. Kami menghubungi pihak yang berwajib dan mereka mengirim beberapa intel untuk, mm, mematai-matainya.”

“Ini pasti kesalahan besar. Anton tidak mungkin mencuri. Dia tidak pernah berjudi!” Dina mulai gusar, matanya mulai basah.

“Tentunya, seperti yang terbukti dari foto-foto ini, suami ibu jelas-jelas berjudi.” Pak Pramono mengeluarkan beberapa foto lagi dari amplop manilanya. “Bahkan kami punya bukti kalau Pak Anton juga telah melakukan korupsi dan menggelapkan uang perusahaan untuk kegemarannya itu.”

Dina yang shock duduk dengan mulut terbuka lebar karena terheran-heran. Ruang tamunya seakan berputar dan perlahan menjadi gelap. Dina pingsan.

###

“Alya.”
“Iya Mas?”
“Dasiku yang biru kamu simpan dimana? Aku kok tidak bisa menemukannya dimana-mana?”
“Ada kok, di dalam lemari.”

Hendra selalu berharap Alya akan menyiapkan segala kebutuhannya sebelum berangkat ke kantor. Ketika mereka menikah beberapa tahun yang lalu, Alya sanggup melayani Hendra. Tapi kini, sebagai seorang wanita yang juga bekerja dengan seorang anak yang masih kecil, kesibukan pagi Alya sangatlah padat. Bangun pagi, menyiapkan makan, membangunkan Opi, menghidangkan sarapan… terus berlanjut sampai Hendra berangkat kerja, Opi diasuh Bu Bejo dan Alya sendiri berangkat bekerja.

Saat Bu Bejo tidak datang, kehidupan Alya jauh lebih hiruk pikuk. Untungnya suami istri Pak dan Bu Bejo gemar menolong dan mereka selalu datang untuk membantu. Bu Bejo tidak pernah menolak membantu dalam hal apapun juga, hubungan kedua tetangga inipun terjalin erat. Hendra dan Alya sering memberi uang lebih pada Pak Bejo dan istrinya sebagai balas jasa.

Sayangnya Alya kemudian mengetahui kehidupan gelap Pak Bejo Suharso. Pak Bejo adalah seorang suami yang pemabuk dan sering memukuli Bu Bejo dengan kasar. Tanpa alasan yang jelas (kemungkinan besar karena kalah judi), Pak Bejo bisa menghajar Bu Bejo sampai bengkak dan biru. Biasanya kalau sudah begitu, hanya Pak Bejolah yang datang ke rumah Hendra selama beberapa hari. Alya mengasihani Bu Bejo, kenapa dia masih tetap bertahan sebagai istri Pak Bejo? Mungkin kondisi ekonomi membuat kehidupan Pak Bejo menjadi keras, tapi itu bukan alasan untuk menganiaya istrinya sendiri.

Seandainya Hendra yang berlaku demikian, maka Alya akan minta cerai dan pergi sejauh mungkin dari rumah ini. Bukanlah penganiayaan fisik yang membuat Alya marah, tapi penghinaan berlebih terhadap kaum wanita yang membuatnya tersinggung. Alya hanya tertawa saat membayangkan Hendra menjadi seorang penganiaya istri, tidak mungkin terjadi. Mereka sudah pacaran sejak SMU dan Hendra adalah orang terbaik yang pernah ia kenal.

Suatu ketika Alya pernah menanyakan perihal alasan Bu Bejo bertahan, Bu RT itu hanya tertawa penuh kesabaran. “Kamu belum tahu apa-apa, nDuk. Mbak Alya belum mengerti apa-apa.”

Tapi, Bu Bejo berjanji, setiap kali Pak Bejo berlaku kasar, dia akan lari minta perlindungan pada Alya sekeluarga dan berusaha menyadarkan suaminya dari tindakan yang semena-mena itu. Hari ini Bu Bejo belum menampakkan batang hidungnya, dan Alyapun bertanya-tanya apa yang sedang terjadi.

“Opi, ayo habiskan makannya.” Kata Alya memperingatkan putrinya.

Putri kecil Alya punya kebiasaan buruk menghambur-hamburkan sarapan. Toh walaupun sudah masuk kelas 0 kecil, Opi masih seorang anak kecil. Alya melirik ke arah jam di dinding. Jam tujuh tiga puluh.

“Sayang, aku pergi dulu. Mungkin pulang agak telat hari ini. Ada meeting nanti sore dengan pemegang saham.” Kata Hendra sambil mencium pipi sang istri.

Melangkah keluar dari dapur, Alya dan Hendra mengangkat Opi dari meja makan. Kalau Bu Bejo tidak datang, Hendralah yang mengantarnya ke TK. Kalau sudah begitu, biasanya Opi dititipkan pada neneknya yang kebetulan tinggal di dekat TK dan juga bersedia menampung Opi. Hendra atau Alya akan menjemput Opi nanti sore sepulang kerja.

Alya merasa pusing hari ini, sehingga dia memutuskan untuk absen kerja. Setelah menelpon kantor untuk minta ijin, Alya juga menelpon mertuanya untuk menitipkan Opi. Saat melintas di depan kaca, tidak sengaja Alya memperhatikan tubuhnya sendiri. Sangat susah mempertahankan badan agar tetap langsing bagi sebagian orang. Tapi bagi Alya, dia bagai dikaruniai sebuah tubuh indah yang sangat sempurna. Alya merapikan rambut sebahunya yang agak kusut.

“Kamu memang seksi banget, sayang. Kalau jalan-jalan di mall, pasti banyak cowok pengen menggodamu.” Kata Hendra. Dia selalu memuji istrinya. Memang bukan hal aneh kalau Alya sering digoda cowok dimanapun dia berada karena sangat cantik dan seksi. Tapi Alya adalah seorang istri yang setia dan punya martabat yang ia junjung tinggi.

“Mama, Opi pegi dulu.” Kata si kecil sambil mencium pipi sang bunda.
“Iya. Ati-ati ya sayang.” Alya mengecup dahi Opi.
“Aku pergi dulu, say.” Hendra pamit sambil menggandeng Opi.

Alya melambaikan tangan pada mereka berdua.

Alya ambruk ke atas ranjang setelah Hendra dan Opi pergi. Pengaruh obat yang dia minum setelah sarapan tadi membuatnya sangat mengantuk. Ibu rumah tangga yang jelita itu tertidur selama hampir dua jam sebelum terbangun dan memutuskan untuk bersantai-santai sambil membaca tabloid. Alya bertanya-tanya kemanakah Bu Bejo hari ini.

###

Saat kemudian terbangun, Dina sedang berbaring di sofa dan Pak Pramono duduk di sampingnya.

“Anda ingin saya ambilkan segelas air?” tanya Pak Pramono.

“Apa yang terjadi? Ya Tuhan, saya ingat. Tidak mungkin. Anton tidak akan melakukan itu semua. Apa yang akan anda lakukan?”

“Itulah sebabnya hari ini saya memutuskan kemari dan menemui Mbak Dina. Saya punya penawaran.” Kata Pak Pramono.

“Penawaran? Untuk saya? Apa yang bisa saya lakukan?”

Pak Pramono tersenyum nakal. “Begini, Bu Anton, atau boleh saya panggil Mbak Dina saja supaya akrab? Anda terlalu muda dan cantik untuk dipanggil ibu.”

Dina mengangguk.

“Baiklah, Mbak Dina. Anda bisa membantu suami, dalam hal ini Mas Anton, dan juga seluruh keluarga Mbak Dina. Saya punya bukti-bukti kuat yang akan menggiring Pak Anton ke penjara untuk jangka waktu yang sangat lama. Saat melakukan penyelidikan, kami juga menerima berkas-berkas laporan keuangan dan bon tagihan bulanan keluarga anda.”

Dina sudah siap memprotes, tapi kemudian terdiam dan membiarkan Pak Pramono meneruskan keterangannya.

“Memang apa yang saya lakukan bersama tim terdengar ilegal, tapi saya bersumpah apa yang kami lakukan sah sesuai hukum. Saya memberitahu anda saat ini karena ingin anda mengerti posisi kami. Dari apa yang kami dapatkan, kami menemukan bukti bahwa keluarga anda telah berfoya-foya dengan membeli berbagai peralatan elektronik dan…”

“Berfoya-foya? Kami tidak minta apa-apa! Itu semua Mas Anton yang membelikan!” teriak Dina panik.

“Kami minta maaf, tapi saya tetap pada pernyataan saya. Suami anda menghabiskan uang dalam jumlah yang tidak sedikit dan seiring dengan kegiatan judi yang dia lakukan dan banyaknya hutang yang dia tanggung dari kegiatannya itu, saya rasa anda tidak sanggup mengeluarkan lebih banyak lagi dana dari anggaran belanja anda. Pak Anton harus kehilangan pekerjaan dan mendekam di penjara.”

“Ya Tuhan, lalu apa yang akan terjadi kalau anda melakukan itu?! Kami akan kehilangan rumah! Anak-anak! Apa yang terjadi pada mereka? Sekolah dan lain-lain!”

“Benar sekali. Itu sebabnya saya disini. Saya bukan pendendam. Saya memang sangat marah saat tahu Pak Anton telah mencuri uang perusahaan, tapi saya lalu teringat pada Mbak Dina dan… ahh, saya punya penawaran menarik.”

“Apa yang anda maksud… penawaran menarik?”

“Apakah anda berniat membantu Pak Anton mempertahankan pekerjaannya dan menjauhkan suami anda dari jeruji penjara?”

“Tentu saja.”

“Apa yang anda akan lakukan untuk itu?”

“Apa saja.”

Tentunya Dina bermaksud membayar kembali hutang Anton pada perusahaan, bahkan jika dia harus menjadi pembantu rumah tangga atau buruh cuci untuk melakukannya.

Dina akan sangat terkejut saat Pak Pramono melanjutkan niatnya.

“Saya sangat lega anda berpendapat demikian, Mbak Dina. Tahu tidak, anda sungguh sangat cantik jelita. Sangat mempesona.”

“Terima kasih. Tapi sebaiknya kita tetap pada pokok permasalahan.”

“Itulah yang sedang saya lakukan. Saya ingin menolong keluarga anda keluar dari kesulitan ini. Dengar baik-baik apa yang hendak saya sampaikan: saya orang yang sangat kaya, jadi saya bisa melupakan uang yang dicuri suami anda dari perusahaan hanya jika… jika anda berlaku ‘baik’ terhadap saya.”

“Pak Pramono, apa saya tidak pernah berbuat baik pada anda? Apa pernah saya berlaku tidak sopan pada anda?”

“Mbak Dina. Anda selalu sopan terhadap saya. Tapi itu bukan ‘kebaikan’ yang saya maksudkan. Apa anda tahu maksud saya?”

“Mohon maaf, tapi saya tidak tahu. Pikiran saya sedang kalut dan saya tidak bisa berpikir jernih. Apa yang anda maksud?”

“Baiklah. Saya akan terus terang saja. Kalau kamu ingin aku melupakan kelakuan suamimu dan kerugian yang diderita perusahaan, aku ingin kamu melayaniku. Tidur denganku. Aku ingin menggauli tubuh indahmu.”

Mulut Dina menganga tak percaya. Dia menutup mulutnya dengan kedua tangan. Wajahnya pucat pasi dan dia duduk di kursi dengan menggigil ketakutan. Akhirnya, setelah mengumpulkan semua kekuatan karena shock, Dina berteriak kencang. “Keluar dari rumahku! Pergi! Orang tua tidak tahu diri!”

Pak Pramono perlahan memindahkan foto-foto yang berada di amplop manila dan meletakkannya di dalam tas kerja. Sengaja dia meletakkan tas itu dengan keras di atas meja sehingga membuat Dina terperanjat. Pak Pramono berdiri, membalikkan badan dan perlahan berjalan ke arah pintu. Setelah lima langkah, Pak Pramono berhenti dan melirik ke belakang.

“Penawaran ini tidak akan aku ulangi,” kata Pak Pramono dingin. “Saat aku melangkah keluar dari rumah ini tanpa kau turuti kemauanku, pihak yang berwajib – kepolisian, akan segera aku hubungi. Segera.”

Dina meloncat dari kursinya dan berusaha menahan kepergian Pak Pramono. “Tunggu! Saya mohon, Pak! Berhenti dulu!” Dina sangat kebingungan. Apa yang harus dilakukannya? Apa yang sebaiknya ia perbuat? Seluruh tubuhnya bergetar karena takut dan dia tidak dapat berpikir jernih. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tanpa banyak berpikir, Dina mengganguk lemah. “Baiklah. Anda menang.”

“Apa itu artinya kamu mau melakukan semua yang aku minta?”

Dina ragu-ragu sesaat, matanya menatap ke lantai dengan hampa dan akhirnya dengan suara lemah dia menjawab. “Iya. Saya tidak punya pilihan lain.”

“Bagus. Kalau begitu ayo kita buktikan saja.” Pak Pramono duduk di sofa dan menunggu dengan santai. Saat Dina berdiri terdiam, Pak Pramono pun tersenyum puas.

“Buka bajumu.” Perintah Pak Pramono.

###

Hari mulai siang dan Alya masih terus membolak-balik halaman tabloid Ibu & Anak. Dia masih menunda pekerjaan rumah seperti mencuci piring atau memasak. Setelah merasa sedikit sembuh dari pusing, barulah Alya bangkit dari bermalas-malasan dan melangkah menuju dapur.

Saat itulah terdengar pintu pagar dibuka.

Siapa yah? Apa mungkin tukang pos yang mengantarkan surat atau paket? Pikir Alya dalam hati. Saat membuka pintu, Alya menemui Pak Bejo sedang membawa tas kresek hitam besar.

“Oh, saya kira siapa. Gimana Pak Bejo?” tanya Alya.
“Mbak Alya kok di rumah? Tidak kerja hari ini?”
“Oh, nggak, Pak. Soalnya hari ini badan agak kurang sehat, kepala juga pusing.”
“Oh begitu. Ini saya mau ngambil sampah. Biasanya Bu Bejo yang ngambil sampah di keranjang belakang. Tapi tadi tiba-tiba saja Bu Bejo juga tidak enak badan.”

Meskipun sedang malas berbasa-basi, Alya tidak mau tidak sopan terhadap tetangganya ini. “Oh begitu. Sampahnya ditaruh depan rumah saja, Pak. Nanti diambil sama tukang sampah yang keliling kan?”

“Iya, Mbak,” jawab Pak Bejo. “Kalau diletakkan di keranjang depan, pasti diambil tukang sampah komplek.”

Alya mengangguk dan mempersilahkan Pak Bejo masuk.

“Em, maaf Mbak. Tapi boleh saya minta segelas air putih? Saya haus sekali.” tanya Pak Bejo.

“Tentu saja boleh, Pak. Kan sudah biasa? Anggap saja rumah sendiri. Sini, biar saya saja yang mengambilkan. Bapak duduk dulu.” Kata Alya sopan.

Ketika kembali dengan segelas air putih, Pak Bejo sudah duduk di ruang tengah. Dengan cepat Pak Bejo meneguk air putih dan mengembalikan gelasnya pada Alya. Ibu muda yang cantik itu mencoba mengambil gelas, tapi sebelum sempat menarik gelas, tangan Alya sudah ditarik oleh Pak Bejo. Tubuh Alya tertarik ke depan ke arah pelukan Pak Bejo. Dengan sigap Alya memutar tubuh sehingga Pak Bejo kini berada di belakangnya dan mencoba lari, tapi Pak Bejo terus memegang tangan Alya dan memeluk tubuhnya. Saat mereka bergumul gelas yang dipegang Alya terlempar hingga pecah berkeping-keping. Tangan Pak Bejo mulai nakal meraba-raba dada kenyal Alya dan meremasnya dengan sangat keras hingga terasa sakit. Alya membungkukkan badan ke depan mencoba melepaskan diri dari pelukan erat Pak Bejo.

Semua usaha Alya sia-sia. Untuk bisa mempertahankan keseimbangan diri, Alya harus mundur ke belakang. Tanpa dikomando, Pak Bejo segera beraksi. Pria tua itu menyelipkan selangkangannya yang sudah membusung besar ke lipatan pantat Alya. Tangannya juga meremas buah dada Alya dengan sangat kasar. Alya mengernyit kesakitan.

“He-Hentikan, Pak!! A-Atau saya akan teriak minta tolong!” kata Alya terbata-bata. Dia sangat ketakutan.

“Aku tahu Mbak Alya tidak akan melakukan itu. Apa yang dibutuhkan Mbak Alya adalah tidur dengan laki-laki sejati. Setelah kita bersetubuh nanti, Mbak Alya akan menjadi seorang wanita yang mendambakan kontol besar setiap hari.” Kata Pak Bejo sambil terengah-engah penuh nafsu.

Setelah berusaha mengatasi kepanikan, Alya mencoba melawan. Tangan Alya meraih rambut Pak Bejo, memaksa pria tua itu menunduk dan dengan sekuat tenaga Alya menyepak kemaluan Pak Bejo.

“Aduh! Lonthe!!”

Pria tua yang mesum itu pantas menerimanya. Dengan nekat Alya mencoba kabur ke pintu depan sambil melewati Pak Bejo yang sedang kesakitan. Salah besar. Tangan Pak Bejo menarik rambut Alya dan membanting tubuh si cantik itu ke lantai. Alya yang jauh lebih ringan terbanting dengan keras.

Pak Bejo melepaskan rambut Alya.

Alya mencoba berdiri dengan sempoyongan, ia berusaha mempertahankan kesadarannya. Dengan satu tamparan keras di pipi, tubuh Alya terlempar lagi ke lantai. Air mata mulai menetes di pipi mulus Alya. Tamparan kedua menyusul tak lama kemudian, membanting tubuh Alya ke arah yang berlawanan. Akhirnya pukulan dan tendangan Pak Bejo seakan tak berhenti menghajar tubuh Alya. Pak Bejo mengunci tubuh Alya, sehingga walaupun Alya berusaha melawan, semua tidak ada gunanya. Tak perlu waktu lama sebelum akhirnya perlawanan Alya mengendur dan tubuhnya mulai lemas. Tamparan demi tamparan Pak Bejo menjadi hajaran yang tak tertahankan.

“Pak!! Saya mohon!! Hentikan! Hentikan!!” ratap Alya sambil menangis.

Akhirnya Pak Bejo berhenti menghajar Alya. Alya mulai meraung-raung dan menangis sejadi-jadinya. Darah menetes dari hidungnya yang sembab.

“Nggak apa-apa. Sebentar lagi juga sembuh.” Pak Bejo menyeringai.

Tangan Pak Bejo mulai bekerja dengan cepat melucuti pakaian yang dikenakan Alya. Pak Bejo melepas rok dan rok dalam yang dipakai Alya. Akhirnya Alya bisa merasakan tangan kuat pria tua itu merobek celana dalamnya.

Alya tidak percaya ini semua terjadi padanya. “Ini pasti mimpi buruk.”

Pak Bejo juga tidak percaya melihat kemolekan tubuh Alya. Kaki yang jenjang, paha yang mulus dan rambut tipis tercukur rapi menutup gundukan memek yang bersih. Keindahan yang tidak ada duanya. Keindahan tubuh Alya persis seperti apa yang selalu diidam-idamkan oleh Pak Bejo ketika masturbasi sendirian di kamar mandi. Tubuh yang indah itu kini tergolek pasrah di atas lantai.

Pak Bejo tak perlu waktu lama untuk menyerang tubuh Alya. Dia membenamkan kepala di antara paha Alya dan mulai menghirup aroma wangi liang kewanitaannya. Pak Bejo mulai menjilati bibir kemaluan Alya.

“Ya Tuhan!” Alya menggigil tak berdaya sambil mencengkeram kepala Pak Bejo dengan kedua tangannya dan mencoba mendorongnya menjauh. Bahkan Hendra tak berani melakukan itu padanya. Lidah Pak Bejo makin lama makin meningkat intensitas iramanya dan Alya mulai kehilangan kendali pada tubuhnya. Dengan malu Alya mulai menyadari kalau tubuhnya perlahan menikmati apa yang dilakukan oleh Pak Bejo sementara batinnya mencoba mengingkari.

“Aaah!!” lenguh Alya keras sambil terus mencoba mendorong kepala Pak Bejo.

Lenguhan Alya makin lama makin keras dan tubuhnya menggigil penuh nafsu birahi di bawah rangsangan luar biasa dari Pak Bejo. Alya sudah tidak ingat lagi akan semua hal yang ia junjung tinggi, pekerjaan, pendidikan, latar belakang, keluarga, suami, anak… semua hilang ditelan nafsu. Tidak ada jalan keluar. Dia akan ditiduri oleh laki-laki ini, seorang pria tua yang ternyata memiliki hati busuk.

Dengan kecepatan tinggi, Pak Bejo mulai meloloskan baju dan celana yang ia kenakan. Saking nafsunya, ia bahkan merobek kaos oblongnya. Berbaring di lantai, Alya sekilas melihat batang zakar Pak Bejo sebelum dia akhirnya memeluk Alya. Kontol Pak Bejo sangat besar, bahkan lebih besar dari milik Hendra, batin Alya dalam hati. Kaki Alya yang jenjang diangkat ke atas oleh pria tua yang sudah nafsu itu, keduanya ditautkan di pundak Pak Bejo dan dengan secepat kilat, Pak Bejo sudah sampai di selangkangan Alya. Tanpa tunggu waktu terlalu lama, langsung dilesakkan kontolnya ke dalam memek Alya.

“Ya Tuhan!” lenguh Alya ketika penis Pak Bejo masuk ke dalam liang kemaluannya. Si cantik itu bahkan harus menutup mulutnya dengan tangan agar tidak berteriak kesakitan saat kontol Pak Bejo dipompa dalam rahimnya berulang-ulang kali.

Tapi Pak Bejo tetaplah seorang pria tua. Tidak sampai lima menit, Pak Bejo sudah melepaskan cairan pejuhnya di dalam rahim Alya. Alya menatap wajah Pak Bejo dengan perasaan campur aduk.

“Sudah kubilang kalau kau akan menikmati semua ini, Mbak Alya. Lenguhanmu terdengar sangat keras dan merangsang.” Kata Pak Bejo sambil meringis penuh kemenangan.

Alya yang malu memalingkan wajah.

Saat Alya berusaha bangun, Pak Bejo menarik tubuh Alya dan memeluknya.

“Mau kemana, sayang? Kita kan belum selesai. Kamu nggak pengen dikenthu lagi?”
“Mau ke kamar mandi.” Kata Alya berusaha melepaskan diri dari pelukan Pak Bejo.
“Tapi kamu kan nggak bisa pergi seperti ini.”

Pak Bejo berdiri dan membantu Alya ikut berdiri. Satu persatu dilepaskannya semua pakaian yang melilit tubuh indah Alya. Mulai dari baju, BH sampai rok dalam yang masih tersangkut di kaki Alya. Setelah selesai, dibaliknya tubuh Alya.

“Sekarang baru boleh pergi.” Kata Pak Bejo terkekeh sambil menampar kecil pantat Alya yang bulat dan mulus. Sambil menahan air mata, Alya pun pergi ke kamar kecil.

Saat kembali ke kamar tengah, Pak Bejo sedang menonton acara TV.

“Duduk di pangkuanku!” Perintah Pak Bejo sambil menepuk kakinya. Alya sempat ragu-ragu untuk sesaat, dia sangat sadar bahwa dirinya saat ini sedang telanjang tanpa sehelai benangpun di depan seorang pria yang bukan suaminya sendiri. Orang itu kini menghendaki tubuh indah Alya duduk di pangkuannya. Alya hanya bisa mendesah penuh kepasrahan. Air matanya kembali menetes.

Tak berapa lama setelah duduk di pangkuan Pak Bejo, tangan jahil pria tua itu mulai meraba-raba tubuh indahnya. Lama kelamaan, api yang tadinya padam mulai menyala lagi. Kali ini Pak Bejo ingin mengeluarkan pejuh di mulut Alya. Istri Hendra itu memang sangat jarang melakukan oral seks atau fellatio pada suaminya sendiri karena terlalu alim. Sekali dua kali dilakukannya dengan terpaksa. Alya selalu menganggap hal itu kotor dan menjijikkan. Hanya pemain film porno yang pernah melakukannya.

“Aku tidak mau melakukannya.” Kata Alya bersikukuh.

Tanpa banyak bicara Pak Bejo meraih kepala Alya dan akhirnya istri Hendra itu hanya bisa pasrah. Alya mulai mengoral kontol Pak Bejo.

Remasan tangan Pak Bejo di kepala Alya mengeras. Si cantik itu bisa merasakan denyutan di kontol yang diemutnya kalau Pak Bejo hampir mencapai orgasme. Kontolnya sangat besar dan keras di dalam mulut Alya sehingga dia mulai batuk-batuk dan kehabisan nafas tapi Pak Bejo tidak peduli. Alya berusaha mundur untuk menarik nafas, tapi tangan Pak Bejo meraih rambut belakang Alya dan mendorongnya maju sampai tertelan seluruh batang kemaluan sang pria tua. Karena kuatnya dorongan Pak Bejo, tubuh Alya menggelepar karena tercekik kehabisan nafas.

Alya berontak dan berusaha melepaskan diri, tapi Pak Bejo terlalu kuat untuknya. Lalu perlahan pria tua itu berhenti sesaat, memberikan kesempatan bagi Alya untuk bernafas sejenak. Sayang hanya sebentar, karena kemudian tiba-tiba saja kepala Alya didorong maju dan dipaksa menelan seluruh batang kontolnya. Tepat ketika ujung kepala kontol Pak Bejo menyentuh tenggorokan Alya, air mani pun meledak di dalam mulutnya.

Tidak ada jalan lain kecuali menelan seluruh pejuh yang dikeluarkan oleh Pak Bejo untuk menahan diri agar tidak tercekik. Saat dilepas oleh Pak Bejo, Alya rubuh ke belakang dan menarik nafas lega. Seluruh pipi dan dagunya belepotan air mani Pak Bejo yang keluar dari bibirnya yang merah.

Sadar apa yang baru saja diminumnya, langsung saja Alya merasa mual. Istri Hendra itu segera lari ke kamar mandi dan muntah-muntah di sana. Setelah muntah, Alya merasa lebih baik dan tidak lagi merasa mual. Sesaat setelah muntah, barulah Alya sadar kalau Pak Bejo sudah berdiri di sampingnya. Alya tidak melakukan perlawanan apapun saat pria yang lebih pantas menjadi ayahnya itu memeluk tubuh indahnya yang telanjang dan mengelus rambutnya yang indah untuk menenangkan si cantik itu.

“Apa Mbak Alya sudah enakan sekarang?” bisik Pak Bejo. Mau tak mau Alya mengangguk pasrah.

Pak Bejo membantu Alya bersih-bersih sebelum membawa ibu rumah tangga yang cantik itu kembali ke ruang keluarga. Pak Bejo menyuruh Alya duduk di salah satu sofa sementara dia sendiri duduk tepat di hadapan Alya.

“Santai saja. Jangan dianggap masalah berat.” Kata Pak Bejo sambil mengeluarkan sebungkus rokok dan mulai menghisapnya. “Pindah channel TVnya.”

Dengan menurut, Alya meraih remote TV dan memencet tombol. Entah acara apa yang ingin ditonton Pak Bejo, Alya tidak peduli.

*********************************
STANDARD DISCLAIMER

Cerita bersambung ini ditulis dimaksudkan sebagai hiburan bagi mereka yang sudah dewasa. Di dalamnya termuat kisah erotis dan dewasa terkait dengan hubungan seksual. Jika anda termasuk dalam golongan minor yang masih berusia di bawah umur dan atau tersinggung serta tidak menyukai hal-hal yang berkenaan dengan hal tersebut di atas, tolong JANGAN DIBACA. Internet adalah media bebas untuk menyalurkan semua kreasi.

Cerita ini adalah karya fiksi. Semua karakter dan peristiwa yang termuat di dalamnya bukanlah tokoh dan peristiwa nyata. Kemiripan akan nama dan perilaku ataupun kejadian yang terdapat dalam cerita ini murni ketidaksengajaan dan hanya kebetulan belaka. Penulis tidak menganjurkan dan atau mendukung aktivitas seperti yang diceritakan.

Cerita ini diperbolehkan disebarluaskan secara gratis namun tidak boleh digunakan untuk kepentingan komersil tanpa menghubungi penulis dan teamnya terlebih dahulu. Bagi mereka yang ingin menyebarluaskan cerita ini secara gratis, diharapkan untuk tetap mencantumkan disclaimer ini.