blonto

12 Februari 2008

Ranjang Yang Ternoda 3 “Pria Tua Beraksi Kembali”

Lidya tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri yang gegabah karena selalu tidur tanpa mengenakan pakaian, kebiasaan buruknya itu membuat mertuanya yang bejat bisa memanfaatkan situasi dengan mudah. Selain selalu tidur tanpa sehelai benang pun, satu lagi kebiasaan buruk Lidya adalah dia sering meremehkan situasi. Lidya dengan santainya tidur telanjang tanpa mengunci pintu kamar, padahal dia hanya berdua saja dengan mertuanya. Sungguh sebuah kesalahan yang sangat fatal. Ingatan Lidya tak bisa lepas dari kejadian di malam terkutuk saat Pak Hasan, mertuanya sendiri dengan leluasa memperkosa Lidya.

Lidya terjaga sepanjang malam, dia tidak bisa tidur karena masih teringat apa yang telah dilakukan Pak Hasan kepadanya. Dia berusaha melupakan semua kejadian, tapi amatlah sulit melupakan perkosaan yang terjadi pada diri sendiri. Jangankan melupakan, denyutan penis mertuanya yang melesak di dalam vagina seakan tidak pernah hilang dari memek Lidya. Pak Hasan mengancam akan melakukannya lagi, dan dengan kepergian Andi selama beberapa hari ini, tentunya amat mudah bagi Pak Hasan memperoleh kesempatan untuk menidurinya lagi. Lidya berusaha mencari cara untuk melarikan diri dari terkaman nafsu sang ayah mertua. Untungnya ayah mertuanya yang bejat itu seharian pergi entah kemana.

Sudah sepanjang pekan Lidya kesulitan menghubungi Mbak Alya, sejak kunjungannya yang terakhir kali, mereka tidak pernah bertemu lagi, kalaupun berhubungan hanya melalui sms singkat menanyakan kabar. Mungkin Alya dan Hendra sedang sibuk sehingga jarang berada di rumah. Satu-satunya harapan Lidya kini ada pada Dina. Tadi pagi Lidya sudah berusaha menghubungi Mbak Dina. Tapi ada sesuatu yang aneh dari nada suaranya. Kakaknya itu biasanya senang kalau ditelpon Lidya atau Alya, tapi hari ini sangat lain, sepertinya ada beban berat yang tengah dipikul Mbak Dina.

“Mbak, aku boleh tidur di sana seminggu ini? Paling tidak sampai Mas Andi pulang.”, tanya Lidya saat menelpon Dina. “A-aku takut di rumah sendirian, Mbak.”

“Eh… ehm… gimana yah… ehm… a-aku…” Dina terbata-bata menjawab.

Lidya mengernyitkan dahi. Aneh sekali, ada apa dengan kakaknya itu? Tidak biasanya Mbak Dina terbata-bata saat menerima telepon darinya. Pasti kakaknya itu tengah menghadapi satu masalah yang sangat berat.

“Mbak Dina? Mbak kenapa?”

“Eh… ehm, aku nggak apa-apa kok. Hanya saja untuk beberapa hari ini aku tidak bisa menerima tamu, dik. Karena… ehm… karena… karena… aku dan Mas Anton sangat-sangat sibuk, iya, kami sangat sibuk. Bahkan untuk mengurus anak-anak saja tidak sempat dan… dan… lalu… ehm…”

“Oh ya sudah kalau begitu. Mbak Dina baru sibuk ya? Nggak apa-apa kok, Mbak. Aku juga nggak pengen nggangguin kalau Mbak Dina lagi sibuk.”, Lidya jadi tidak enak hati. Tapi sebagai seorang adik yang hapal dengan sikap dan sifat kakaknya, Lidya tahu ada sesuatu yang tidak beres di rumah Dina. Itu sebabnya kakaknya itu menolak kedatangannya. Belum pernah seumur hidupnya Dina menolak kehadiran Lidya, Alya ataupun keluarga yang lain. Lidya paham benar ada masalah berat yang tengah dihadapi kakaknya. Dengan berat hati karena kecewa gagal melarikan diri dari rumah, Lidya pun pamit. “Kalau begitu, nanti aku telepon lagi yah, Mbak.”

“I-iya, dik. Sori banget yah. Aku baru…”
“Iya Mbak, nggak apa-apa. Dah Mbak Dina.”
“Dah Lidya.”

Klik.

Kekhawatiran mulai merasuk ke diri Lidya.

###

Alya menguap usai menonton film malam di televisi, karena sudah merasa mengantuk maka dimatikannya pesawat tv. Film yang diputar mulai jam 23.00 itu baru usai jam 01.00 dinihari. Hendra sudah terlelap setelah kelelahan seharian bekerja, Opi juga sudah nyenyak di kamar. Hanya tinggal Alya sendiri yang belum tidur. Akhir-akhir ini Alya mengalami kesulitan tidur, mungkin karena trauma akibat insiden yang dialaminya. Alya telah diperkosa oleh Pak Bejo Suharso, salah seorang tetangga di komplek.

Saat hendak melangkah dan mematikan lampu, tiba-tiba saja telepon berdering. Dengan langkah yang sedikit malas karena sudah sangat mengantuk, Alya mendekati meja telepon. Siapa yang menelpon jam segini? Alya khawatir kalau-kalau ada keluarganya yang tertimpa musibah.

“Halo?” Alya mengangkat telepon.

“Suaramu merdu sekali, manis. Ini aku, Bejo.”, terdengar suara dengung lembut khas telepon genggam di telinga Alya. Tetangganya yang mesum itu menelpon dengan HP.

Sudah beberapa hari ini baik Pak maupun Bu Bejo tidak terlihat datang ke rumah Alya dan Hendra. Sejak hari naas bagi Alya itu, hanya sekali Bu Bejo datang ke rumah. Alya merasa lega karena berharap Pak Bejo lupa akan niatnya yang jahat. Sayangnya harapan Alya tidak terwujud.

Suara Pak Bejo yang berat membuat jantung Alya langsung berdebar-debar. Seketika itu juga rasa kantuknya menghilang. Alya mengintip ke arah kamar tidur dan berharap mudah-mudahan Hendra tidak terbangun.

Pak Bejo terus menyerang. “Akhir-akhir ini aku sangat sibuk bekerja sampai-sampai tidak sempat mengunjungi Mbak Alya lagi. Jangan takut, aku akan selalu ingat saat-saat indah kita bermain cinta, sayang.”, bisik Pak Bejo.

“Pak Bejo sudah gila? Menelponku jam segini?” Alya mendesis marah. Suaranya bergetar karena ketakutan.

“Aku pengen menidurimu lagi malam ini. Bagaimana kalau Mbak Alya datang ke pos kamling yang sepi di ujung gang? Aku pengen memeluk tubuhmu yang seksi itu untuk menghangatkan diri di malam dingin ini.”

Alya mendengar suara dari arah kamar. Sepertinya Hendra, suaminya sudah terbangun.

“Sekarang?! Pak Bejo benar-benar sudah gila ya?” Bisik Alya sepelan mungkin.

“Alya? Sayang? Ada telpon ya? Dari siapa malam-malam begini?” tanya Hendra dari dalam kamar. Untunglah Hendra tidak terbangun. Dia hanya bertanya dari tempatnya berbaring.

“Bu-bukan siapa-siapa, sayang. Salah sambung. Tidur saja lagi.”

Pak Bejo terkekeh-kekeh. “Aku belum gila, manis. Cuma lagi pengen ngentotin kamu saja. Sudah dua hari ini aku tidak melihatmu, padahal aku selalu membayangkan tubuh indahmu yang telanjang dan bermandikan keringat. Aku selalu teringat suaramu merintih nikmat saat penisku menembus vaginamu yang wangi itu.”

Hendra menutup kembali tubuhnya dengan selimut. Dia sudah terlampau capek sehingga tidak bisa bangun. “Ya sudah.”, kata Hendra. “Aku tidur lagi ya.”

“Dengar, Pak Bejo.”, bisik Alya supaya Hendra tidak curiga. Dia takut suaminya itu belum benar-benar tertidur sehingga bisa mendengarkan percakapan ini. “Aku tidak mau melakukannya lagi. Tidak mungkin. Apalagi sekarang ?! Bapak tahu ini jam berapa?”

“Sayang sekali.” Pak Bejo terdiam agak lama. “Apa perlu aku yang ke rumahmu sekarang? Apa perlu kamu aku hajar sekali lagi? Atau mungkin perlu besok aku membawa Opi jalan-jalan dan meninggalkannya di tengah kota?”

Alya mulai berkaca-kaca menahan tangis. Tidak ada jalan lain melepaskan diri dari ancaman maut Pak Bejo. Alya ketakutan, dia tidak mungkin menceritakan semua perkosaan yang dilakukan Pak Bejo pada Hendra karena takut pria tua yang sangat kasar itu akan menyakiti tidak saja dirinya tapi juga suami dan anaknya yang masih kecil. Alya hanya bisa pasrah. Ancaman Pak Bejo sangat nyata. Tubuhnya bersandar di dinding dengan lemas.

“Tidak.”, desah Alya pasrah. “Tidak perlu kemari. Aku yang akan segera ke sana.”

“Manis…”

“Ya?”

“Aku ingin kamu menggunakan pakaian rumah paling seksi yang pernah kamu miliki dan juga jangan memakai BH dan celana dalam. Aku akan menunggumu.”

“Aku tidak punya pakaian yang seksi.” Bisik Alya sambil mengintip ke arah kamar. Hendra benar-benar sudah terlelap sekarang.

“Jangan bohong.”

“Aku tidak punya! Mas Hendra bukan orang yang pikirannya kotor seperti Pak Bejo! Dia menikahi aku karena mencintaiku, bukan hanya menginginkan tubuhku!”

Pak Bejo terdiam lagi. Alya takut pria tua marah karena nada suara Alya meninggi. Tapi terdengar suara kekehan pelan yang menyeramkan. “Kalau begitu aku menyerahkan keputusan itu padamu, sayang. Pokoknya aku pengen kamu segera ke pos kamling pakai baju seksi, daster yang tipis juga boleh. Ha ha ha ha!”

Alya menggerutu kesal. “Aku sudah bilang aku tidak pun…”

“Aku tunggu di pos kamling.” Klek. Pak Bejo menutup telpon.

Tetesan air mata Alya mulai deras. Dengan sesunggukan istri Hendra itu berusaha bangkit, tapi tubuhnya tak mau beranjak dari dinding tempatnya bersandar. Kepalanya terasa berat dan jantungnya terus didera detakan bertubi.

Tiba-tiba telpon berbunyi kembali. Alya bergegas mengangkat telpon. Terdengar suara kekehan Pak Bejo.

“Ada apa lagi?! Apa bapak mau orang satu kampung ini bangun? Bapak pengen Mas Hendra tahu?” desis Alya marah.

“Aku cuma mau mengingatkan, kalau-kalau suamimu nanti terbangun dan kebingungan mencari-cari istrinya yang tidak ada di rumah. Hendra pasti kalut. Kamu harus mencari alasan yang tepat untuk mengelabui Hendra karena aku pengen pakai memekmu agak lama malam ini.”

“Apa yang harus aku katakan pada Mas Hendra?”

Terdengar suara dari kamar. Hendra bergerak lagi. “Alya? Sayang? Ada telpon lagi?”

Sambil berharap Hendra tidak bisa menangkap getar rasa takut dari suaranya, Alya menengok ke arah kamar. “Ti-Tidak apa-apa kok, sayang. Bener. Tidur aja lagi.”

“Bilang saja Bu Bejo lagi sakit atau apa. Pikirkan sesuatu. Kamu kan pintar.” Klek. Sekali lagi Pak Bejo menutup telepon.

Alya kembali ke kamar dengan perasaan kacau. Dia berpikir dengan keras. Apa yang harus dikatakannya pada Hendra? Dia harus punya alasan secepat mungkin. Perlahan Alya kembali ke kamar dan duduk di samping Hendra memeluk selimutnya erat.

“Siapa yang telepon?”, tanya Hendra. Matanya masih tertutup. Alya mengelus rambut suaminya dengan penuh sayang. Hendra memeluk tubuh sintal istrinya.

“Itu tadi Pak Bejo.”, Alya mencoba mencari alasan, paling tidak memang benar Pak Bejo yang menelponnya. “Dia baru bepergian jauh dan ditelpon dari rumah, katanya Bu Bejo sakit. Aku disuruh menengok dan menemani Bu Bejo malam ini. Paling tidak sampai Pak Bejo datang. Boleh?”

“Boleh saja. Bu Bejo kan sudah banyak menolong kita. Perlu aku antar?”

“Tidak usah. Mas Hendra kan capek dan besok pagi harus berangkat ke kantor. Kalau aku besok bisa berangkat agak siang.”

Alya membungkuk dan mencium bibir Hendra. Pria itu tersenyum saat merasakan sapuan bibir mungil Alya yang basah. “Aku sayang Mas Hendra.” Untung saja Hendra terlelap dan tidak membuka mata sehingga tidak bisa melihat Alya yang hampir menangis.

“Aku juga sayang kamu.” Hendra menguap. “Mudah-mudahan Bu Bejo tidak apa-apa. Kalaupun tidak bisa ditinggal, kamu tidur di sana saja malam ini. Kasihan Bu Bejo sendirian. Pak Bejo kemana sih, kok istri sakit ditinggal sendiri?”

“Se-sedang mencari obat katanya.” Alya tergagap. Dia merasa sangat bersalah pada Hendra. Suaminya itu tidak tahu, kalau lelaki tua yang disebutkan namanya itu sebentar lagi akan melesakkan penisnya dalam-dalam di vagina Alya. “Katanya tadi sih begitu.”

“Baiklah, hati-hati di jalan ya. Sori, aku mengantuk sekali.” Hendra berbalik dan perlahan tenggelam lagi dalam tidurnya.

Setelah Hendra terlelap, Alya mulai membuka lemari pakaian dan mencari-cari baju. Pak Bejo tidak menginginkan Alya mengenakan BH ataupun celana dalam, tapi Alya tidak mau ambil resiko. Diambilnya satu celana dalam G-String yang sudah tidak pernah dipakainya sejak sangat lama. Hendra membelikannya saat bulan madu. Untung saja, Alya bukanlah tipe wanita yang melar tubuhnya saat melahirkan ataupun berubah ukuran celananya dengan drastis. Walaupun agak kesempitan, tapi celana dalam itu pasti masih cukup dikenakannya.

Alya mengambil daster terusan bermotif bunga yang ada di dalam lemari. Baju itulah yang menurutnya paling seksi yang ia miliki. Daster itu tipis sekali, sehingga dengan cahaya seredup apapun, kemolekan lekuk tubuh Alya akan terlihat menerawang. Selain itu dengan daster yang sedikit longgar di bagian leher dan bahu, belahan dada Alya akan terlihat sangat menantang, belum lagi bagian bawah daster sangat pendek hingga hanya bisa pas menutup sampai satu jengkal di atas lutut Alya. Kalau dia membungkuk sedikit pasti celana dalamnya kelihatan.

Saat melangkah ke pintu depan, terdengar suara panggilan kecil dari kamar Opi.

“Mama?”

Alya berbalik dan menemui Opi yang terbangun. “Shhh. Tidur lagi yah sayang.”, bisik Alya sambil memeluk dan mencium putri tersayangnya. Opi langsung terlelap dengan cepat. Si kecil itu tidak merasakan lelehan air mata yang menetes di pipi sang ibu.

###

Lokasi pos siskamling yang dimaksud oleh Pak Bejo ada di pojok jalan. Pos itu berbentuk bangunan kecil yang hanya memiliki dua jendela, satu di sisi kanan dan satu di kiri serta satu pintu di sisi luar sementara sisi lain menempel di tembok sebuah pagar beton tinggi milik rumah warga. Tidak ada apa-apa di dalam pos itu kecuali tikar, asbak dan kartu remi. Alya sangat berharap, tidak ada orang lain yang berada di luar rumah malam itu kecuali dirinya dan Pak Bejo.

Harapan Alya terkabul karena malam itu suasana sangat sepi. Hanya suara angin menggesek daun dan beberapa ekor kucing hilir mudik sambil mengeong mencari makan yang menemani suara jangkrik dan serangga malam lain.

Alya merasa aneh berjalan sendirian malam hari ini seperti ini dengan pakaian yang sangat tipis dan menerawang. Dia berjalan mepet di sisi tembok agar bisa bersembunyi di balik bayangan pagar yang tinggi. Walaupun suasana sepi, tapi Alya tidak mau mengambil resiko. Untung saja jarak antara rumah dan pos kamling tidak terlalu jauh.

Walaupun hanya mengenakan daster dan tidak mengenakan make-up apa pun, wajah Alya tetap mempesona. Hanya dengan memandangi keelokan paras dan keseksian tubuhnya saja, penis tua Pak Bejo bisa menegang. Bandot tua itu geleng-geleng. Dia masih belum bisa mempercayai keberuntungannya. Pria tua buruk rupa seperti dirinya akhirnya bisa juga meniduri wanita cantik dan alim seperti Alya.

Terdengar suara ketukan pelan di pintu pos kamling. Pak Bejo segera membukanya.

Alya terlihat sangat cantik dalam balutan daster tipis menerawang. Tubuhnya yang luar biasa indah terlihat semakin seksi dan kulitnya yang putih seakan menyala di kegelapan malam. Dia terlihat bagaikan seorang bidadari yang baru saja turun dari khayangan.

Pak Bejo Suharso terkekeh-kekeh melihat penampilan mempesona wanita yang akan segera disetubuhinya. “He he he, luar biasa, Mbak Alya. Benar-benar cantik.”

Alya terdiam dan memalingkan wajahnya yang memerah karena malu. “A-aku sudah datang kemari. Aku harap Pak Bejo…”

“Sstt, jangan membangunkan tetangga yang sudah tidur. Ayo masuk ke dalam.”

Alya menurut saja dan masuk ke dalam pos kamling. Hanya berdua dengan bandot tua yang bejat itu membuat tubuh Alya menggigil ketakutan. Dia hampir tak percaya apa yang sedang dilakukannya. Alya dengan rela menyerahkan diri untuk digauli tetangganya yang buruk rupa sementara suaminya yang tampan sedang tidur di rumah. Pak Bejo menutup pintu pos kamling dan menguncinya. Tak lupa dia juga menutup gorden agar tidak ada orang yang bisa mengintip adegan yang akan segera terjadi di dalam pos kamling ini.

Alya berdiri di tengah pos kamling sambil memeluk dirinya sendiri yang kedinginan terkena udara malam. Tubuh Alya masih terus bergetar, bukan dikarenakan oleh dinginnya semilir angin tapi karena perasaannya yang campur aduk.

“Uhhhhhmmm.” Desah Alya lirih saat tubuh hangat Pak Bejo memeluknya dari belakang. Pria tambun itu tidak perlu berbasa-basi dan ingin langsung menyantap hidangan utama yang lezat yang disuguhkan oleh ibu rumah tangga yang masih muda dan sangat cantik ini. Tangan Pak Bejo bergerak menyusur seluruh tubuh Alya sementara dia menempelkan tubuhnya sendiri di belakang sang ibu muda yang molek itu.

Alya memejamkan mata, setengah tak rela tubuhnya disentuh lelaki selain suaminya, setengahnya lagi menikmati rabaan Pak Bejo di setiap jengkal tubuhnya. Alya makin merinding ketika pria tua itu mulai menciumi bagian belakang leher dan telinganya. Suara kecupan Pak Bejo menjadi satu-satunya suara yang mengisi sepinya malam itu.

Alya melenguh lagi saat Pak Bejo menempelkan penisnya yang mulai mengeras di sela-sela pantat sang ibu muda. Pria tua yang makin bernafsu itu menggerak-gerakkan kontolnya di belahan pantat Alya dengan gerakan yang lembut sementara bibirnya terus menciumi bagian belakang kepala Alya. Tangan Pak Bejo mulai bergerak bebas, meraba buah dada Alya yang ranum.

Untuk beberapa saat lamanya Alya hanya berdiri di tengah pos kamling sementara Pak Bejo terus meraba-raba seluruh tubuhnya. Baru kali ini pria tua menjijikkan itu memperlakukannya dengan lembut.

Tak perlu waktu lama bagi Pak Bejo untuk segera melucuti pakaian yang dikenakan oleh Alya. Dia segera mendorong tubuh ibu muda jelita itu ke tikar yang kotor di lantai pos kamling. Satu persatu baju Alya dilucuti. Setelah pertahanan terakhir Alya yang berupa celana dalam mungil dilucuti oleh Pak Bejo, pria tua itu segera beraksi. Pak Bejo menciumi ujung jari kaki Alya dan perlahan turun terus hingga ke daerah betis, lutut, paha dan akhirnya selangkangan Alya. Ketika sampai di daerah rambut halus bibir vagina Alya, ibu muda itu menangis sesunggukan dan meremas ujung tikar dengan perasaan campur aduk, antara menikmati dan menolak.

Saat Pak Bejo menjilati memeknya yang manis, Alya menggerakkan pinggulnya tanpa sadar dan tubuh seksi wanita cantik itu melonjak-lonjak karena rangsangan luar biasa yang diakibatkan oleh jilatan lidah Pak Bejo. Ketika masih meresapi manisnya cairan cinta yang meleleh di pinggir bibir vagina Alya, Pak Bejo merasakan jemari Alya menjambak rambutnya. Pak Bejo gembira karena Alya rupanya telah tenggelam dalam nafsu birahi.

“Jangaaan… jangaaaan… aku tidak mauuuuu!!!” Alya megap-megap sambil menggeleng kepala menolak kenikmatan badani yang tiba-tiba saja mencapai puncak dan menguasai tubuh indahnya. Wanita cantik itu telah mencapai orgasme awal karena tidak bisa menahan gejolak nafsu birahinya sendiri.

Tubuh Alya melejit dan lepas dari pelukan Pak Bejo. Pria tua itu melepaskan Alya dan membiarkannya terbaring di tikar. Mata Alya terbelalak dan tubuhnya menggigil karena ketakutan saat melihat Pak Bejo melucuti pakaiannya sendiri.

Pria tua yang bertubuh gemuk dan berkulit gelap itu berlutut dan menempelkan ujung gundul kemaluannya yang basah di bibir vagina Alya. Saat dilesakkan kontolnya ke dalam memek Alya, ternyata liang cinta ibu muda itu belum sepenuhnya terlumasi. Hanya sebagian saja dari keseluruhan batang kemaluan Pak Bejo yang bisa masuk.

“Ahhhh… jangaaaaan diteruskaaan… saya mohon Pak! Sakiiiit!! Jangaaan… pelaaan! Pelaaan sajaaa!! Jangaaaan!! Hentikaaan!! Hentikann!!” Alya menjerit lirih karena takut membangunkan penghuni komplek di sekitar pos kamling, tapi rasa sakit yang dirasakannya terlalu menyiksa sehingga air mata menetes di wajahnya.

Alya berusaha mendorong tubuh Pak Bejo menjauh darinya walaupun sia-sia. Alya hanya bisa menangis sesunggukan dan berusaha tabah saat Pak Bejo malah menyodokkan sisa kontolnya ke dalam memek Alya.

“Siap-siap digenjot ya, Bu Hendra?” ejek Pak Bejo yang sengaja memanggil Alya dengan nama suaminya. Wajah Alya memerah karena dipermalukan seperti itu.

Pak Bejo menarik kaki Alya yang jenjang dan menempelkannya di kedua sisi wajahnya. Ibu rumah tangga yang cantik itu harus merelakan tubuhnya dibolak-balik oleh Pak Bejo yang memang berniat menikmati seutuhnya keindahan tubuh Alya. Dengan kaki terangkat ke bahu Pak Bejo, Alya memejamkan mata karena tahu apa yang akan segera dilakukan pria tua itu.

Pak Bejo menarik pinggul Alya dan menjebloskan penisnya ke dalam memek Alya.

“Aaaaaaaaaduhhhh!!! Jangaaaaaaaann!! Sakiiiiiiiiiit!! Aduuuhhhhh… jangaaaan… pelaaan sajaaa! Pelaaaan!!” pinta memelas Alya belum digubris oleh Pak Bejo.

Teriakan dan desis perih Alya ibarat musik yang merdu di telinga Pak Bejo yang bejat. Mendengarkan suara wanita idamannya menjerit kesakitan dan menggeram karena merasakan desakan penisnya di dalam vagina membuat Pak Bejo sangat terangsang. Pak Bejo menarik sedikit batang kemaluannya. Hal ini membuat Alya bisa bernafas sedikit lega, sayang tak berlangsung lama. Saat Alya masih terengah-engah dan menarik nafas, tiba- tiba Pak Bejo mendorong batang penisnya masuk ke rahim Alya sampai ujung terdalam! Alya menjerit kesakitan saat kontol itu menguasai liang cintanya yang sempit.

“Hiyaaaaaaahhh!!” teriak Alya di tengah sepinya malam. Dia sudah tidak peduli lagi kalau-kalau ada orang yang melewati pos kamling itu.

Kontol Pak Bejo masuk sepenuhnya ke lubang vagina Alya. Sekali lagi wanita cantik itu merasakan pahitnya disetubuhi lelaki menjijikkan seperti Pak Bejo.

###

Duduk di depan meja rias, Dina menyisir rambutnya dengan rapi. Ibu muda yang jelita itu menatap muram refleksi dirinya di dalam cermin. Dina tidak mempercayai nasib buruk yang telah dialaminya selama beberapa hari terakhir. Dina masih tetap cantik, masih tetap seksi, masih tetap molek dan masih tetap menggairahkan mata setiap orang yang menatapnya. Akan tetapi predikat istri setia dan ibu yang baik sudah jauh meninggalkan dirinya. Dina yang sekarang bukan lagi Dina yang lugu dan suci. Sudah dua kali Dina yang sebelumnya tidak pernah disentuh pria lain itu bermain api dengan Pak Pramono, atasan suaminya sendiri. Walaupun baru sekali disetubuhi, tetap saja Dina merasa sangat kotor, apalagi saat dengan kesadaran sendiri datang ke hotel yang diinginkan Pak Pram untuk melayaninya menuntaskan hasrat beroral seks.

Pernikahannya dengan Anton seakan lenyap terbakar hawa nafsu birahi yang menyala. Dina malu mengakui nikmat yang dirasakan saat disetubuhi laki-laki selain suaminya sendiri. Walaupun awalnya terpaksa melayani Pak Pramono agar keluarganya selamat dari malapetaka, namun kenikmatan luar biasa yang dirasakan Dina saat melakukan affair dengan Pak Pram tetaplah tidak bisa disembunyikan begitu saja.

Berawal dari sebuah ancaman akan memenjarakan Anton dan menyita seluruh harta mereka, Pak Pram kini menguasai seutuhnya jalan hidup ibu rumah tangga dua anak itu. Dina takluk pada semua perintahnya termasuk menjadi budak seks pribadi Pak Pramono. Apa yang akan terjadi seandainya Anton mengetahui semua kejadian ini? Tentunya dia akan langsung menceraikan Dina begitu tahu istrinya telah ditiduri Pak Pramono. Dina bahkan sangat malu berhadapan dengan adik-adiknya seperti Alya dan Lidya. Sebisa mungkin mereka tidak terlibat dalam masalah ini.

Seandainya saja Dina mampu menolak setiap keinginan Pak Pramono, dia akan melakukannya. Tapi tiap kali pria tua berwajah garang dan berperawakan gagah itu menyentuh dirinya, Dina seperti takluk pada semua perintahnya. Dina juga sangat khawatir dengan aksi Pak Pram yang tidak menggunakan alat pengaman apapun saat menyetubuhinya. Apa yang akan terjadi nanti seandainya Pak Pram menghamilinya? Bagaimana mungkin istri yang tadinya setia dan sangat alim itu terjatuh ke dalam jurang kenistaan dan berubah menjadi pekerja seks privat untuk Pak Pramono?

Tanpa sadar, Dina menyelipkan jari jemarinya ke selangkangan saat membayangkan apa yang telah dilakukannya dengan Pak Pramono. Jari jemari lentik ibu cantik itu masuk ke dalam celana dalam dan menggosok lembut daerah bibir kemaluannya. Lama kelamaan jari itu masuk ke dalam liang cinta Dina. Wanita jelita itu tenggelam dalam masturbasi sambil membayangkan sosok pria yang lebih pantas menjadi ayahnya yaitu Pak Pramono sedang menyetubuhinya dengan penuh nafsu.

Inikah sosok istri yang tadinya setia itu?

###

Pak Bejo mulai memompa penisnya dalam-dalam di memek Alya. Kenikmatan bersetubuh dengan Pak Bejo yang pernah dirasakan oleh Alya saat diperkosa pria tua ini kembali terulang. Pandangan mata Alya mengabur karena kenikmatan luar biasa yang ia rasakan. Tubuhnya menjadi lemas dan kepalanya ia sandarkan pada tubuh Pak Bejo. Mulut Alya menganga keenakan dan rahangnya mengeras saat si cantik itu akhirnya menyerah pada kenikmatan yang diberikan Pak Bejo.

“Uh! Uh! Uh! Uh!” lenguh Alya pasrah saat pria tua itu menyetubuhinya.

Pak Bejo meremas susu Alya yang montok dan menjilatinya dengan lidah. Dia melakukannya dengan sedikit kasar karena gemas oleh keindahan payudara Alya. Ibu rumah tangga yang cantik itu menarik nafas dalam-dalam karena bibir Pak Bejo yang besar seakan memoles seluruh buah dadanya dengan air liur. Jilatan Pak Bejo mengitari pentil Alya yang mengeras dan sekali dua kali dia menggigit ujungnya dengan lembut.

“Aaaaaaaahh!!” Alya menjerit karena sensasi yang ia rasakan. Sakit yang ia rasakan berasal dari selangkangannya berubah menjadi kenikmatan yang luar biasa. Memek Alya yang ditembusi penis Pak Bejo berulang-ulang akhirnya mengeluarkan cairan cinta yang langsung membanjir. Rasa malu dan puas bercampur menjadi satu sehingga wajah Alya memerah.

Pak Bejo melepas buah dada Alya dan menangkup pipi pantatnya yang bulat mulus. Alya melenguh saat Pak Bejo meremas dan memilin bokongnya yang halus dengan tangannya yang kuat. Penis Pak Bejo masih keluar masuk ke dalam memek Alya yang hangat dan becek. Pinggang Pak Bejo berulang kali bertamparan dengan paha mulus Alya. Karena dilepas oleh Pak Bejo, payudara Alya yang besar bergoyang-goyang erotis seiring gerakan maju mundur pria tua itu.

“Ah! Ah! Ah! Ah!” Alya terengah-engah tiap kali kontol Pak Bejo menerobos ke dalam liang cintanya yang hangat dan basah. Pria tua itu menyetubuhi Alya dengan kecepatan yang makin lama makin meningkat. Seiring makin cepatnya Pak Bejo mengentoti Alya, makin bertambah pula kepuasan mereka hingga hampir sampai ke puncak. Keringat mulai membasahi sekujur tubuh telanjang Alya yang putih mulus. Pak Bejo meringis menahan kekuatan dan giginya terkatup kuat-kuat.

“Huh! Hh! Huh! Hh!” Alya melenguh berulang, tubuhnya bergerak seiring desakan penis Pak Bejo dalam rahimnya.

“Ayo… Hunggh!! Kita… buatkan… Opi… adik baru…!! Huhnggh! Mbak Alya!!” kata Pak Bejo. Wajahnya yang berkeriput penuh keringat dan nampak cerah karena bisa menyetubuhi wanita idamannya.

Pak Bejo meraih ke belakang kepala Alya dan menarik rambut panjangnya. Ia mendekatkan wajah Alya ke wajahnya sendiri dan mulai menangkup bibir Alya dengan bibirnya. Bibirnya yang tebal mengelus-elus bibir Alya hingga basah kuyup oleh air ludah. Lidahnya yang panjang juga bergerak menyusur seluruh bagian dalam mulut Alya. Mata indah Alya terbelalak karena hampir tersedak.

“Hngghh!!” Alya melenguh parau. Pak Bejo melepaskan ciumannya.

“Bersiaplah menerima… uh! …spermaku…, manis!!” Pak Bejo meraung dan mengatupkan mata saat dia hampir mencapai titik puncak kepuasan. Tangannya mencengkeram bulat pantat Alya, melebarkan bibir memek istri Hendra itu agar bisa menerima penisnya yang besar.

“Engh! Engh! Engh! Huff! Ahhh!! Ahmm!!” Alya mengeluarkan lenguhan berirama tiap kali Pak Bejo melesakkan penisnya ke dalam vagina Alya. Ibu rumah tangga yang sintal itu tidak bisa mengumpulkan pikirannya dan berkonsentrasi, dia hanya mengikuti gerakan Pak Bejo. Alya telah dibuai kenikmatan sehingga tidak bisa berpikir apalagi mengucapkan kata-kata. Tubuhnya mental-mental dalam pelukan Pak Bejo. Alya melemparkan kepalanya ke belakang dan menyerah pada rasa nikmat yang ia rasakan di daerah selangkangan. Entah kenapa dia ingin sekali merasakan kehangatan sperma Pak Bejo di dalam liang cintanya. Dia ingin laki-laki tua itu segera menuntaskan permainannya.

“Hah! Hah! Hah! Hah!”, Pak Bejo melenguh penuh nikmat. Ia menarik pinggangnya ke belakang untuk menyiapkan satu tusukan akhir ke vagina Alya.

“Huuuuuuuuuuuunnngggghh!!”, raung pria tua saat akhirnya ia melesakkan penisnya dalam-dalam. “Hunngghh!! Hunghhh!! Engghhh!! Hahhhh!!”, Pak Bejo menggeram keenakan saat pinggangnya menampar paha Alya dan memuncratkan banjir air mani dalam liang kemaluan ibu muda yang seksi itu.

Alya bisa merasakan semprotan air mani yang hangat dan lengket di dalam rahimnya. Sensasi yang ia rasakan membuatnya sampai ke ujung kenikmatan. Kepalanya dilempar ke belakang, rambutnya melambai di udara dan Alyapun berteriak penuh kepuasan. “Ahhhhhhhh!!”. Seluruh sudut tubuhnya mengeras untuk sesaat dan kemudian orgasme pun meledak dalam tubuhnya. Tak pernah sebelumnya saat bermain cinta dengan Hendra Alya memperoleh kepuasan seksual seperti sekarang. Walaupun dalam hati Alya lebih baik mati daripada mengakui kenikmatan ini.

“Fuhh… fuhh… fuh…” Alya terengah-engah usai mengalami orgasme dan melayani nafsu iblis Pak Bejo. Pria tua itu segera menarik penisnya dari dalam vagina Alya.

Tubuh telanjang Alya tergolek tak berdaya dan air mani meleleh keluar dari dalam memeknya.

Pak Bejo masih belum selesai. Pria tua itu meringis bengis dan bersiap lagi.

Dia menginginkan lubang Alya yang lain.

###

Jam dinding sudah menunjukkan angka melebihi tengah malam saat Lidya mendengar pintu depan terbuka. Lidya yang kelelahan tertidur di sofa di depan pesawat televisi setelah menonton acara hiburan malam. Karena masih mengantuk, Lidya sedikit lambat bangun dari sofa dan lupa menghindari pertemuan dengan ayah mertuanya. Pria gemuk dan botak itu langsung mencari menantunya yang molek. Pak Hasan berhasil meraih lengan Lidya dan membungkukkan badan Lidya di dekat anak tangga menuju ke lantai atas sebelum si cantik itu berhasil lari ke kamar atas.

“Bapak! Apa yang bapak lakukan!? Aku tidak mau melakukannya lagi! Ini nista! Zina!” Lidya menjerit dan meronta mencoba melepaskan diri dari pelukan mertuanya.

“Percuma kamu menjerit. Di rumah ini cuma ada kamu dan aku, toh?”

Lidya mencoba meronta lebih keras lagi namun gagal, semua usahanya sia-sia. Dengan sekali sentak, Pak Hasan menarik tubuh Lidya dan melemparnya ke atas bantalan empuk bagian belakang sofa yang berada di dekat mereka. Tubuh Lidya melayang dan mendarat hanya bertumpukan perut yang sekarang berada di atas bagian sandaran empuk sofa. Wanita cantik itu tersentak dan hampir muntah.

Dengan cekatan Pak Hasan melucuti kaos santai yang dikenakan menantunya. Mertua yang sudah gelap mata itu sekaligus menarik BH yang dikenakan Lidya dan menggunakannya untuk mengikat tangannya. Kecepatannya menarik BH dan kaos cukup membuat Lidya kagum sesaat, seakan-akan pria tua itu sudah sering melakukan hal ini sebelumnya. Pak Hasan menarik rok pendek yang dikenakan Lidya ke pinggang dan dengan kasar melucuti celana dalamnya.

Lidya berusaha keras menendang ayah mertuanya, tapi karena posisinya yang kurang pas, Pak Hasan bisa menghindar. Setelah seluruh tubuh Lidya terekspos, Pak Hasan dengan leluasa bergerak bebas. Ia segera menampar pipi pantat Lidya dengan sekeras mungkin. Lidya menjerit kesakitan. Sayang, hal itu malah menambah semangat Pak Hasan yang kemudian tertawa terbahak-bahak dan mengulangi tamparannya beberapa kali lagi. Saat ia puas melakukannya, pantat Lidya memerah karena sakit dan istri Andi yang seksi itu hanya bisa sesunggukan menahan air mata. Pak Hasan menarik rambut Lidya dan membalik kepalanya sehingga mereka bisa saling berhadapan.

“Itu hukuman buat menantu nakal yang menghindari ayah mertuanya yang sudah kangen. Jangan pernah lari dariku lagi! Mengerti? Sekarang coba tebak apa yang bapak bakal lakukan sama kamu?” Pak Hasan tertawa terbahak-bahak melihat wajah Lidya yang memelas dan bersimbah air mata. “Bapak bakal entotin kamu sampai kamu tidak bisa berdiri tegak lagi!”

Setelah mengatakan itu, Pak Hasan melepaskan jambakannya pada rambut Lidya dan merenggangkan kedua kakinya melebar. Dia kini memiliki akses penuh ke memek Lidya yang sudah menantang. Pria tua menggunakan jempol tangannya untuk membuka lebar-lebar bibir vagina Lidya. Pak Hasan segera membuka celananya dan seketika penisnya yang ternyata sudah mengeras keluar dari sarang. Tanpa basa-basi lagi, Pak Hasan menekan penisnya ke dalam vagina Lidya dengan satu sentakan yang sangat menyakitkan Lidya.

Wanita cantik itu menjerit kesakitan dan berusaha keras melepaskan diri dari mertuanya, tapi usahanya gagal. Pak Hasan menarik penisnya dan kembali dia sentakkan ke dalam memek Lidya keras-keras. Lidya kembali menjerit kesakitan karena liang rahimnya belum terlumas secara menyeluruh, sehingga penetrasi yang dilakukan Pak Hasan membuatnya sangat kesakitan. Pak Hasan kembali tertawa terbahak-bahak melihat menantunya menjerit-jerit tanpa daya.

Tangan Pak Hasan mencoba meraih buah dada Lidya yang bergelantungan. Setelah mendapatkan yang dicari, tangan gemuk Pak Hasan mulai meremas-remas serta memilin payudara Lidya seiring gerakan penisnya yang keluar masuk di liang cinta sang menantu. Lidya menangis dan terus memohon pada Pak Hasan agar menghentikan perbuatannya, tapi yang dilakukan mertuanya yang gila itu malah terus menjejalkan kontolnya ke dalam vagina Lidya. Sempitnya liang cinta sang menantu membuat Pak Hasan serasa terbang ke langit nirwana.

Kemudian saat-saat yang ditakutkan Lidya akhirnya datang juga. Wanita cantik bertubuh indah mulai merasakan kenikmatan merambat naik ke seluruh penjuru badan. Mulai dari rangsangan Pak Hasan yang meremas-remas payudaranya sampai kecepatan penis sang mertua yang masih terus keluar masuk lubang vaginanya. Entah kenapa Lidya mulai menikmati perlakuan seperti ini. Rasa takut dan bersalah yang ada di benak Lidya bertarung dengan rasa nikmat yang melanda seluruh tubuhnya. Ada kenikmatan unik yang bercampur antara rasa sakit dan kenikmatan luar biasa yang diberikan oleh sang ayah mertua. Istri Andi itu makin kebingungan saat Pak Hasan akhirnya menyemprotkan maninya ke dalam liang rahim Lidya. Dia bingung karena entah harus merasa lega atau malah kecewa.

Tubuh Pak Hasan menegang dan sesaat kemudian penisnya mengecil. Dengan diiringi suara meletup yang nyaring, mertua Lidya itu menarik kontolnya dari memek sang menantu.

Lidya berbaring di atas sofa dengan perasaan campur aduk. Dia merasa lelah dan malu. Lidya merasakan sentakan kecil dalam tubuhnya, hampir saja si cantik itu mencapai puncak kenikmatan. Pak Hasan berjalan mengitari sofa menuju ke arah Lidya. Sekali lagi mertua cabul itu menjambak rambut Lidya dan menarik kepalanya. Dengan terpaksa Lidya duduk di sofa sementara Pak Hasan berdiri. Kepala Lidya tepat berada di depan selangkangan Pak Hasan.

“Bersihkan kontolku.” Perintah sang mertua.

“Apa?!”, seru Lidya heran. Dia tidak percaya apa yang baru saja didengarnya. Walaupun sudah mulai mengecil, tapi penis Pak Hasan itu masih cukup keras dan belepotan air mani. Tangan Lidya masih terikat oleh kaos dan Bhnya sendiri sehingga dia tidak bisa banyak bergerak.

“Jilati kontolku sampai bersih, nDuk. Cuma gitu aja kok repot? Lebih baik cepat kau lakukan apa yang aku suruh sebelum sebagian pejuhku menetes di sofamu yang mahal itu dan menimbulkan noda! Kalau tidak mau, akan kuhajar kau malam ini juga!”

Karena rasa takut yang amat sangat, tidak ada jalan lain bagi Lidya kecuali menyerah. Sebagai pengantin baru, Lidya amat sering mengoral penis suaminya, tapi hal itu bukanlah hal yang menyenangkan. Dengan perasaan segan, istri yang tadinya setia itu mulai menjilat ujung kontol ayah mertuanya yang masih belepotan air mani. Lidya membersihkan kontol Pak Hasan dengan bibir dan lidahnya. Pria tua itu merem melek karena akhirnya sang menantu tunduk di hadapannya. Perasaan nikmat karena disepong menyatu dengan pikiran erotis bahwa kontolnya sedang dijilati oleh menantunya sendiri yang luar biasa cantik dan seksi.

Penis itupun perlahan kembali mengeras. Pak Hasan menarik kepala Lidya dan menggerakkannya maju mundur. Menantunya yang cantik itu hampir kehabisan nafas dan tersedak karena penis Pak Hasan terus didesak masuk makin dalam. Lidya merintih dan mencoba menarik kepalanya, tapi Pak Hasan jauh lebih kuat darinya. Entah kenapa rintihan Lidya membuat Pak Hasan berhenti mengeluarmasukkan penisnya ke dalam mulut Lidya.

“Wah wah, sepertinya aku terlalu berlebihan ya, nDuk?” tanya Pak Hasan. “Untung kamu hentikan, soalnya kita belum selesai ngentotnya, toh?”

Sebelum Lidya mampu berpikir jernih tentang apa yang dikatakan mertuanya, pria gemuk dan botak itu menarik tubuh sang menantu dan menyandarkannya ke tembok. Di samping pesawat televisi. Perasaan sesak yang diderita Lidya menyebabkan tubuhnya lunglai dan lemas sehingga tidak mampu berdiri tegak. Hal ini dimanfaatkan Pak Hasan untuk melucuti seluruh pakaian menantunya hingga telanjang bulat. Pak Hasan sendiri juga melepas seluruh pakaian yang dikenakannya dengan cepat dan mendorong tubuh Lidya mepet kembali ke tembok.

Tiba-tiba Pak Hasan menampar Lidya. Lagi dan lagi. Dengan kasar Pak Hasan menampar Lidya berulang-ulang kali. Lidya menjerit-jerit kesakitan dan mohon ampun. Airmatanya mengalir deras. Akhirnya Pak Hasan menghentikan siksaannya.

“Jadi begini situasinya, nDuk.” Bisik Pak Hasan galak. Wajahnya sangat dekat dengan Lidya sehingga wanita jelita itu bisa merasakan hembusan nafas penuh nafsu Pak Hasan di pipinya. “Aku masih terangsang dan pengen menyetubuhimu lagi malam ini. Hanya saja karena aku baru saja orgasme, tentunya kali ini akan membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai ke klimaks kedua. Aku ingin mencapai orgasme keduaku malam ini, bahkan kalau untuk mencapai kesana aku harus menyetubuhimu sampai pagi. Aku harap kamu mau bekerja sama, karena kalau sampai aku tidak mencapai apa yang aku inginkan, aku akan menghajarmu sampai mati!”

Lidya panik. Si cantik itu tidak tahu mertuanya itu serius atau tidak, tapi yang jelas tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan dirinya sendiri kecuali menurut pada permintaan Pak Hasan.

“Jangan, Pak. Aku mohon…” bisik Lidya lemah, “aku mohon jangan sakiti aku lagi.”

“Mengemis tidak akan mengubah pendirianku. Bahkan rengekanmu malah membuat kontolku jadi lemas lagi, nDuk. Tentunya kamu tidak ingin itu terjadi setelah bekerja keras mengeraskannya dengan mulutmu. Ayo. Entoti aku.”

Dengan terpaksa Lidya menurut saat Pak Hasan mengangkat tubuh telanjang sang menantu dan menyandarkannya ke tembok. Pak Hasan melesakkan penisnya masuk ke dalam vagina Lidya dengan lebih lembut kali ini. Wanita cantik itu mengangkat kakinya dan mengaitkannya di pinggang Pak Hasan sementara tangannya menggantung di leher ayah mertuanya, tangan Pak Hasan sendiri menahan beban tubuh Lidya dengan mengangkat pantatnya. Rasanya luar biasa nikmat bagi keduanya berada dalam posisi seperti ini.

Memek Lidya masih licin oleh air mani yang tadi disemprotkan Pak Hasan ke dalam liang rahimnya sehingga dia bisa melesakkan penisnya dengan mudah. Kali ini jejalan kontol sang mertua di dalam liang cinta sempitnya membuat Lidya merasa nyaman dan bergairah, seluruh tubuhnya bergetar merasakan liang rahimnya yang sempit kini meremas-remas penis besar Pak Hasan yang meraja di memeknya.

Dengan punggung Lidya bersandar pada tembok, kedua manusia berlainan jenis itu mulai bergerak bersamaan. Lidya mulai merasa nikmat karena Pak Hasan kali ini memperlakukannya lebih lembut. Rasa sakit yang diderita kedua pipinya karena tamparan Pak Hasan menghilang berganti rasa nikmat yang meraja di selangkangannya. Lidya berusaha keras menyembunyikan perasaan nikmatnya agar tidak terlihat terlalu jelas di depan sang mertua yang cabul. Klitoris Lidya menempel di tubuh Pak Hasan dan setiap gerakan naik turun membuatnya tergesek seirama, tambahan bulu-bulu halus yang menyentuh ujung klitoris Lidya membuatnya melejit ke nirwana. Lidya memejamkan mata dan berusaha keras tidak mendesah keenakan.

“Mana susumu, nDuk?” perintah Pak Hasan lagi tiba-tiba.

Dengan wajah memerah karena terhina, Lidya menyorongkan buah dadanya dengan satu tangan ke arah mulut Pak Hasan. Pria tua itu meringis penuh kemenangan dan menikmati wajah malu sang menantu. Dengan penuh nafsu, Pak Hasan segera menyerang pentil payudara Lidya. Dia tidak lembut lagi kali ini, tapi sangat lihai memainkannya. Dia menarik dan menghisap pentil itu dengan mulutnya, lalu menjilati pinggiran puting payudara Lidya, setelah itu dia mengelamuti pentil itu dan menggigitinya dengan penuh nafsu.

Rangsangan yang dirasakan Lidya terlalu hebat sehingga menggiring wanita jelita itu ke puncak kenikmatan. Tanpa sadar dia menggerakkan pinggangnya lebih cepat dan kuku-kuku jarinya menancap di punggung Pak Hasan sampai akhirnya Lidya orgasme. Lidya bisa merasakan memeknya meremas batang kemaluan Pak Hasan dengan sebuah remasan hebat dan dia mulai merintih serta menjerit lirih penuh nikmat. Akhirnya setelah selesai mengejang dan memeknya banjir cairan cinta, Lidya membuka matanya. Pak Hasan meringis penuh kemenangan. Kontolnya tetap keras dan dia masih terus menumbuk vagina Lidya.

Tak lama setelah Lidya mencapai klimaks, Pak Hasan dengan sengaja menarik penisnya keluar. Pria tua itu lalu duduk di anak tangga. Dia memberi isyarat supaya Lidya menghampiri dan duduk mengangkanginya. Dengan patuh, menantu yang baru saja digauli sampai orgasme oleh mertuanya itu duduk di pangkuan Pak Hasan.

Lidya menurunkan badannya perlahan dan membiarkan kontol Pak Hasan yang masih keras menusuk vaginanya dari bawah. Seluruh tubuhnya melejit begitu penis itu menguasai bagian dalam lubang rahimnya. Rangsangan yang memberikan nafsu hewani dan kenikmatan pada Lidya kembali terpusat pada selangkangannya. Kali ini Pak Hasan tidak perlu meminta karena Lidya tahu apa yang diinginkan mertuanya. Si cantik yang seksi itu pun bergerak naik turun dan mulai menyetubuhi mertuanya.

Buah dada Lidya yang memantul-mantul terlihat sangat erotis di hadapan Pak Hasan. Pria tua itu segera memainkan kedua payudara Lidya dan menghisap pentilnya dalam-dalam. Lidya melenguh manja dan merintih keenakan. Dia tidak peduli lagi, seluruh pikirannya, seluruh kesetiaan dan perasaan bersalahnya seakan menghilang ditelan gelombang nafsu birahi yang diberikan ayah mertuanya. Semakin kasar perlakuan Pak Hasan, semakin memuncak nafsu Lidya. Setelah beberapa lama tubuh Lidya meremas-remas kontol Pak Hasan, akhirnya pria tua itu sampai juga pada ujung klimaksnya. Pak Hasan meremas pinggul Lidya dan menyemprotkan air mani ke dalam lubang rahimnya.

Untuk beberapa saat lamanya Lidya dan Pak Hasan terbaring berpelukan telanjang di anak tangga. Tubuh mereka basah bermandikan keringat dan nafas mereka mendengus karena kecapekan. Perlahan kesadaran akan kejadian yang telah berlaku menyentakkan Lidya. Dia kembali sadar akan nistanya perbuatan ini. Bagaimana mungkin dia malah melayani nafsu binatang sang ayah mertua? Kemana istri Andi yang telah bersumpah setia itu?

Lidya menangis sejadi-jadinya. Dia menyalahkan dirinya sendiri karena terlena oleh nafsu birahi. Lidya meronta dari pelukan Pak Hasan, mengumpulkan pakaiannya yang tercecer dan lari ke kamar, langsung menuju kamar mandi.

Saat Pak Hasan masuk ke kamar dan menyusul Lidya, istri Andi yang cantik itu tengah menggosok seluruh tubuhnya dengan sabun. Wajahnya penuh dengan kemarahan dan perasaan geram.

“Enak juga punya menantu seksi kayak kamu. Tiap kali butuh ngentot tinggal ambil. Beberapa hari lagi Andi pulang. Kalau tidak mau semua terbongkar, sebaiknya mulai sekarang kamu turuti kemauanku! Besok pagi kalau aku masuk ke sini, aku tidak ingin melihatmu mengenakan sehelai pakaianpun, mengerti? Aku ingin melihat tubuh indahmu telanjang dan jangan lupa untuk merentangkan kakimu lebar-lebar!”

Pak Hasan melangkah keluar kamar meninggalkan Lidya yang terhina, putus asa dan tidak tahu harus berbuat apa untuk menyelamatkan diri dari situasi ini.

Air mata menetes deras di pelupuk mata Lidya. Kisahnya masih jauh dari usai.

###

Pak Bejo mengelus seluruh tubuh Alya tanpa ada perlawanan berarti. Seluruh perasaan dan keinginan Alya untuk melawan hilang ditelan oleh kenikmatan orgasme yang baru saja dirasakannya. Pak Bejo mengecup pantat Alya yang bulat, mulus dan kencang. Beberapa kecupan meninggalkan bekas cupang memerah di pantat Alya. Pak Bejo merenggangkan kedua sisi pantat itu dan mulai menjilat lubang kecil yang berada di tengah, tepat di atas bibir vagina Alya yang masih meneteskan air mani. Lubang anus Alya dibuka sedikit melebar.

Tanpa aba-aba, Pak Bejo mencelupkan jari ke dalam vagina Alya, menciduk cairan cinta yang leleh di dalam lubang kemaluan wanita jelita itu dan mengoleskannya di seluruh anus Alya yang menantang. Pak Bejo melumasi dubur Alya dengan cairan cintanya sendiri, dia berniat menusukkan jari jemarinya ke dalam lubang kecil yang sangat sempit itu.

“Renggangkan kakimu!” bentak Pak Bejo. Alya hanya bisa menurutinya dengan isak tangis yang tertahan, ibu muda yang cantik itu pasrah dan merenggangkan kakinya melebar. Jari jemari Pak Bejo terus melumasi dubur Alya dan masuk ke dalam tanpa mengindahkan rasa sakit yang menyiksa Alya. Wanita cantik itu mengernyit kesakitan. Siksaan Pak Bejo sangat tak tertahankan olehnya. Alya melompat ke depan dan berusaha menggeliat melepaskan diri dari tusukan jari jemari Pak Bejo di anusnya. Tapi Pak Bejo ikut bergerak maju dan menindih tubuh Alya.

Pak Bejo terus memasukkan jari demi jari ke dalam dubur Alya sementara ibu muda itu meronta-ronta kesakitan. Rongga di dalam anus Alya perlahan melebar karena jari yang masuk ke dalam makin lama makin banyak. Alya menjerit-jerit tapi Pak Bejo tetap melaksanakan niatnya. Setelah dirasa cukup melumasi, Pak Bejo menarik jarinya keluar.

“Membungkuk! Ayo cepetan! Lelet amat sih?” maki Pak Bejo. “Naikkan pantatmu tinggi-tinggi! Aku ingin memerawani lubang anusmu!”

Walaupun hatinya menolak, tapi Alya sangat ketakutan. Apa yang harus dilakukannya? Apakah dia harus menyerahkan lubang anusnya pada pria tua yang sangat bejat ini? Tidak ada jalan lain. Alya menurut dan membungkuk. Dia mengangkat pantatnya yang bulat dan mulus tepat di hadapan Pak Bejo. Alya bisa merasakan penis Pak Bejo dieluskan di tengah-tengah pantatnya. Wanita cantik itu melelehkan air mata saat ujung kontol Pak Bejo ditempelkan di bibir anusnya. Pak Bejo memejamkan mata dan menikmati saat-saat terindah hidupnya ini. Sudah saatnya. Dia memeluk tubuh Alya.

“Masukkan ke dalam!” desis Pak Bejo. Dengan tangan bergetar Alya meraih kontol besar pria tua bejat yang sedang memeluknya.

Alya memejamkan mata dan menahan nafas saat Pak Bejo meraih pinggangnya dan menarik tubuhnya ke belakang. Alya menggunakan perasaannya dan membimbing kontol besar Pak Bejo di bibir duburnya yang sempit dan kecil. Alya bisa merasakan penis yang besar dan tegang seperti sebatang kayu itu melesak ke dalam, ujung gundulnya mendesak masuk ke liang terlarang Alya dan memerawani anusnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Alya mengijinkan seorang lelaki melesakkan penis ke dalam lubang duburnya.

Saat rasa sakit mulai menguasai Alya, wanita cantik itu sadar kontol Pak Bejo tidak akan muat masuk ke dalam anusnya. Tidak akan cukup! Pak Bejo menggeram dan menusuk lubang anus Alya dengan tenaga ekstra.

Alya menjerit. Seandainya ada warga sekitar yang masih terbangun saat itu pasti mereka mendengar jerit kengerian Alya. Ibu muda yang cantik itu menggeliat dengan panik dan berusaha menarik diri dari desakan penis Pak Bejo. Tapi pria tua yang sudah bernafsu itu tidak membiarkannya pergi dan memegang tubuh Alya erat-erat. Alya tidak bisa melepaskan diri dari pelukan Pak Bejo.

“Ampuuuun!! Sakiiiit!! Sakit sekaliiiii!! Terlalu besaaar!! Jangaaan!! Hentikaaan!! Bisa robeeek!!” teriak Alya yang tersiksa. Dia sudah tidak peduli lagi seandainya ada orang yang bisa mendengarkan teriakannya. Ia tak tahan lagi pada rasa sakit yang dideritanya. “Hentikaaaan!! Ampuuuuuuuun!!”

Tapi Pak Bejo tidak mengindahkan teriakan Alya. Dia terus saja mendorong penisnya maju tanpa belas kasihan sambil menarik pinggul indah ibu muda yang molek itu. Pak Bejo melesakkan kemaluannya makin dalam ke dalam lubang mungil yang berada di tengah pantat Alya. Anus Alya belum pernah dilesaki penis sepanjang hidupnya, inilah pertama kali dia merelakan lubang pengeluarannya dijadikan alat pemuas nafsu.

“Dorong ke belakang! Dorong ke belakang!!” suara Pak Bejo terdengar parau. “Goyang bokongmu! Dorong ke belakang! Pasti bisa masuk!”

Alya sudah tidak bisa lagi berpikir jernih. Dia hanya bisa merasakan rasa sakit yang tak tertahankan yang menembus sampai ke tulang sumsum. Rasa nyeri yang ia rasakan membenamkan seluruh kesadaran Alya hingga dia tidak ingat apa-apa lagi. Seakan-akan ada sebatang kayu besar yang ditusukkan ke dalam anusnya.

“Ayo! Dorong ke belakang! Terus! Dorong bokongmu ke belakang!” bentak Pak Bejo dengan penuh emosi, keringat sebesar jagung memenuhi alisnya yang tebal.

Alya mendorong, menggeliatkan badan dan mundur ke belakang. Dengan hati-hati dia mencoba membuka lubang anusnya agar penis Pak Bejo bisa masuk dan memerawani lubang pembuangannya. Alya menjerit-jerit kesakitan tapi Pak Bejo menutup mulutnya dengan tangan, sehingga ibu muda yang cantik itu hanya bisa memendam rasa sakit yang dirasakannya. Alya menggelengkan kepala kesana-kemari dengan panik saat perlahan-lahan batang kemaluan Pak Bejo masuk ke dalam lubang yang sempit itu. Alya terus saja memberontak, tapi eratnya kuncian Pak Bejo membuat istri Hendra itu tidak bisa berbuat banyak. Alya bisa merasakan lubang anusnya yang sempit sobek ketika penis Pak Bejo masuk.

“Hyarrrrgghhh!!” lenguh Alya kesakitan saat pinggul Pak Bejo menghantam pantatnya yang bulat. Bukan hantaman itu yang menyakitkan, melainkan desakan kontol pria tua bejat yang kini tengah menyumpal lubang anusnya. Alya bisa mendengar suara lengkingan Pak Bejo yang sangat bernafsu mengeluarmasukkan penis ke dalam duburnya.

Akhirnya, detik demi detik berlalu dan rasa sakit yang tadinya merajai anus Alya perlahan menghilang. Kini, anus Alya malah terangsang oleh penis Pak Bejo yang masih memenuhi liang pembuangannya. Alya mengatupkan gigi dengan erat sementara kepalanya terombang ambing dari kanan ke kiri. Rambutnya yang sebahu acak-acakan dan menutupi hampir seluruh wajahnya. Alya melenguh keras saat Pak Bejo terus melesakkan penisnya ke dalam anus Alya berulang-ulang, lagi dan lagi dan lagi dan lagi… Alya telah berhasil disodomi Pak Bejo.

Perlahan-lahan kesadaran mulai menyeruak di benak sang ibu muda yang cantik itu. Dia mulai sadar apa yang telah dilakukan Pak Bejo pada dirinya. Alya telah direndahkan derajatnya hingga titik yang paling nista. Wanita yang tadinya alim dan setia itu kini telah terjerembab ke jurang yang paling dasar. Tidak seharusnya wanita semulia Alya mendapatkan perlakuan yang busuk dan cabul seperti yang telah dilakukan Pak Bejo. Pria bejat itu telah memanfaatkan ketidakberdayaan wanita seperti Alya dan rasa malu yang amat sangat membuat istri Hendra itu hanya bisa menangis tersedu-sedu. Rasa bersalah, jijik dan malu silih berganti menaungi kesadaran Alya, namun rasa nikmat yang dirasakan di lubang duburnya membuat ibu muda itu mulai menyukai perlakuan Pak Bejo ini.

Tanpa kekuatan untuk menguasai diri sendiri dan tidak tahu apa yang harus dilakukan, membuat Alya pasrah dan menyerah pada gairah seksual yang semakin menguasai tubuh dan perasaannya. Alya mulai bergerak menumbuk ke belakang dan menerima kontol Pak Bejo di dalam anusnya. Gerakan mereka berdua mulai seirama, sodokan demi sodokan yang dilancarkan Pak Bejo dibalas oleh gerakan mundur Alya yang menghentak. Penis Pa k Bejo makin lama makin melesak ke dalam. Permainan cinta mereka telah melewati ambang batas yang baru.

Keringat yang menetes deras membuat dahi Pak Bejo basah kuyup, namun pria tua itu memaksakan diri mencapai kenikmatan yang didapatkan terutama karena sempitnya lubang dubur Alya yang terus menerus digenjotnya. Pak Bejo kagum dengan bibir anus Alya yang mungil dan ketat yang meremas-remas penisnya yang keluar masuk dengan cepat. Senyumnya makin melebar saat merasakan kantong kemaluannya menumbuk bibir vagina Alya tiap kali dia menyodokkan kontolnya ke dalam anus wanita jelita itu. Pak Bejo menatap bangga penisnya yang keriput dan gemuk saat batang kemaluannya itu masuk ke dalam celah di antara pantat putih mulus Alya dan lenyap masuk ke dalam lubang anusnya.

Sempitnya lubang anus Alya memang tidak bisa mengalahkan nikmatnya menyetubuhi memek ibu muda yang cantik itu, tapi tiap kali melesakkan kontolnya, seakan Pak Bejo memasukkan penis ke dalam mesin penggiling daging. Perlahan-lahan pria tua itu bisa merasakan makin meningkatnya simpanan sperma yang menggunung dan siap meluncur kapan saja. Alya melenguh, menggila, meronta dan kebingungan. Wajahnya yang cantik memerah dan bola matanya bergerak naik turun seperti sedang kesurupan semetara keringat deras membanjir di seluruh tubuhnya. Alya sedang mengalami pengalaman luar biasa.

Alya mengembik seperti seekor kambing muda di bawah pelukan Pak Bejo. Teriakannya tercekat dan seluruh tubuhnya dipasrahkan kepada lelaki tua yang lebih pantas menjadi ayahnya itu. Alya hanya bisa mengembik dan melenguh penuh nafsu. “Eungh, Pak Bejo! Pak Bejoooo!! Eunghhh!! Ahh! Ahh! Ahh! Ahh!”

Seluruh desahan yang keluar dari bibir merah Alya membuat Pak Bejo Suharso makin bersemangat. Tiap sodokan membawa Pak Bejo selangkah menuju kepuasan seksual yang prima. Pak Bejo menarik penisnya sampai ke ujung dan menikmati pemandangan di bawah pantat Alya. Anus Alya yang elastis dan sempit itu mengerut di ujung gundul kepala penisnya, Pak Bejo sengaja membiarkan ujung gundul itu tertinggal di dalam liang. Dengan satu sodokan yang mantap, Pak Bejo melesakkan lagi seluruh batang pelirnya. Alya mendesah manja karena kenikmatan yang dirasakannya. Pak Bejo menumbuk lagi lubang anusnya dan menarik tubuh indah ibu muda yang cantik itu ke belakang. Berulang-ulang Pak Bejo menyodomi Alya. Sempitnya anus mungil Alya membuat Pak Bejo seakan sedang memerawani memek seorang gadis berusia belasan tahun. Nikmatnya luar biasa.

Pak Bejo membelalakkan mata. Spermanya sudah mulai terkumpul di ujung gundul kepala penisnya dan setiap saat bisa meledak. Tubuh pak tua yang mesum itu tersentak-sentak merasakan kenikmatan luar biasa yang disediakan oleh lubang di pantat Alya. Pria tua itu mendorong penisnya ke dalam sekali lagi, dia juga menarik pantat Alya agar penisnya bisa masuk lebih dalam lagi. Rapatnya anus Alya membuat Pak Bejo merem melek keenakan. Tinggal sekali sentakan lagi, Pak Bejo akan mencapai orgasme.

“Argh! Aku mau keluar! Dorong ke belakang! Dorong pantatmu ke belakang! Lagi! Lagi! Lagi! Argh!!” Pak Bejo berteriak-teriak dan memejamkan mata penuh kenikmatan.

Alya yang berada dalam pelukan Pak Bejo untuk pertama kali sepanjang hidup akhirnya merasakan semprotan cairan sperma yang berwarna putih dan lengket memenuhi lubang anusnya. Semprotan mani Pak Bejo menyiram bagian dalam saluran pembuangan Alya bagaikan banjir besar yang mengantarkan kedua orang yang sedang bercinta itu ke titik klimaks persetubuhan mereka. Klimaks kedua Alya ini membuatnya menjerit lega, ia melepaskan gairahnya ke awang-awang. Alya bisa merasakan air mani Pak Bejo yang membanjiri lubang anusnya menetes ke bawah ke bibir memeknya.

Pak Bejo menggeram dan jatuh sambil memeluk tubuh telanjang Alya, mengunci tubuh indah itu di atas tikar dengan berat badannya sendiri. Pak Bejo melenguh puas. “Hebat! Itu tadi luar biasa! Memekmu memang masih sempit dan enak sekali dientoti, tapi lubang anusmu yang masih perawan itu luar biasa nikmatnya! Lezat! Ha ha ha! Aku puas sekali menjadi orang yang pertama kali memerawani bokong wanita secantik Mbak Alya! Ha ha ha!”

Di bawah tubuh Pak Bejo, sosok indah Alya bergetar karena perasaannya sangat kacau. Nikmat sekaligus menyakitkan. Ibu muda itu bingung dengan perasaannya sendiri. Ya Tuhan, apa yang telah dilakukannya dengan pria hidung belang ini? Dia telah menyerahkan lubang anus yang bahkan belum pernah disentuh oleh suaminya sendiri pada Pak Bejo. Kini tidak ada lagi lubang yang tersisa dari tubuhnya yang belum pernah dilesaki kontol pria tua itu. Isak tangisnya tertahan karena takut pada Pak Bejo.

Perasaan malu dan kotor menyergap Alya. Wajahnya memerah karena dia tidak bisa melawan nafsu bejat tetangganya yang menjijikkan ini. Tubuh Alya bergerak mencoba melepaskan diri, tapi pelukan Pak Bejo terlalu erat.

“Ijinkan aku istirahat, Pak Bejo… aku harus bekerja besok pagi…”

Pak Bejo bersungut-sungut. Tapi pria tua itu melepaskan pelukannya dari tubuh indah Alya. Penisnya mulai mengecil dan ditariknya keluar dari anus Alya. Terdengar bunyi letupan kecil saat kontol Pak Bejo ditarik keluar dari dalam dubur Alya yang menyempit.

Tubuh telanjang kedua sosok manusia berbeda jenis dan bertautan usia hampir 30 tahun itu berpelukan di tengah dinginnya udara malam. Keduanya lemas setelah bersetubuh di pagi ini. Pak Bejo merasa di puncak kebahagiaan karena ia mendapatkan kesempatan meniduri istri Hendra yang muda dan segar ini. Sedangkan bagi Alya, sekali lagi dia merasa malu dan bersalah baik kepada dirinya sendiri maupun pada keluarganya. Inilah dia, seorang istri yang tadinya setia dan alim dalam pelukan seorang laki-laki tua yang hanya menginginkan tubuhnya.

“Sana pulang.” bisik Pak Bejo sambil mengelamuti daun telinga Alya. “Aku puas sekali malam ini. Sayang sekali besok pagi kamu harus masuk ke kantor.”

“Iya, aku harus bekerja besok pagi.”, Alya mendongak dan menatap mata Pak Bejo dalam-dalam. Inilah saatnya menyampaikan isi hatinya. “Pak Bejo, ini tidak bisa diteruskan. Aku istri sah Hendra. Apa yang kita lakukan adalah perbuatan yang salah dan sangat terkutuk. Ijinkan aku pulang dan melupakan semua ini pernah terjadi. Biarlah yang sudah berlalu kita lupakan. Aku tidak akan melaporkan kepada siapapun tentang perkosaan yang dilakukan Pak Bejo kepadaku, tapi kumohon dengan sangat, Pak. Inilah terakhir kali Pak Bejo menyentuhku.”

“Enak saja! Kapan saja aku pengen, kamu akan aku entoti! Awas, kalau sampai kamu lapor pada orang lain! Kuhajar kamu! Kubunuh anakmu! Tidak usah banyak tingkah! Pulang dan tidur! Besok kita ngentot lagi!” Pak Bejo dengan kasar melempar tubuh Alya yang sudah dinikmatinya ke samping. Bandot tua itu segera mengambil celana dan bajunya lalu memakainya tanpa mempedulikan Alya yang masih telanjang bulat.

Tak lama kemudian, Pak Bejo yang sudah berpakaian kembali meninggalkan ibu muda yang cantik itu sendirian di dalam pos kamling.

Air mata menetes deras di pelupuk mata Alya. Kisahnya masih jauh dari usai.

Tidak ada komentar: